Tuesday, November 28, 2017

Review Marlina Si Pembunuh Dalam 4 Babak : Antara Sup Ayam, Kepala Buntung dan Curhat Para Feminis

Kill Bill versi Indonesia


“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.”
(HR Muslim: 3729)

***

Pernah menonton film-film karya Quentin Tarantino? Kill Bill, misalnya, di mana seorang wanita yg dikhianati oleh teman-temannya menuntut balas dan membunuhi mereka semua satu persatu. Dalam film MSPD4B tampaknya sutradara Mouly Surya terinspirasi dengan gaya penyutradaan ala Quentin Tarantino. Beberapa unsur musik, yg salah satunya memasukkan musik suasana khas koboi, atau suasana gersang namun indah, juga pernah saya saksikan di beberapa film QT yg ada di film MSPD4B. Berikut Saya akan mengulas sedikit tentang film ini.


Marlina baru saja kehilangan suami dan anaknya saat Markus, seorang perampok datang dan berencana memperkosanya bersama teman-temannya yang lain yang akan datang ke rumah Marlina. Jenazah sang suami belum lagi dikuburkan karena Marlina masih mengumpulkan uang untuk upacara adat kematian suaminya tersebut. Mayat itu dibiarkan Marlina duduk memeluk kakinya (yang sepertinya menjadi adat dari masyarakat Sumba untuk mendudukkan mayat hingga upacara adat dilaksanakan) di sudut ruangan rumahnya. Ketika teman-teman Markus datang, Marlina memberikan sup ayam sesuai permintaan Markus. Tanpa dinyata mereka, Marlina telah mencampurkan racun ke dalam sup ayam tersebut dan langsung menewaskan 4 teman Markus yang memakannya. Namun saat dia hendak mengantarkan sup ayam untuk Markus yang sedang tidur di kamarnya, tanpa sengaja sup tersebut tumpah saat Markus terbangun ketika Marlina hendak memberikannya. Markus pun menistakan keperawanan Marlina. Tak disangka ternyata Marlina telah mempersiapkan parang yang dengan sekali tebas, kepala Markus pun jatuh ke lantai. Selanjutnya, Marlina ingin mengadukan perbuatan Markus dan kawan-kawannya kepada polisi. Dia pergi dengan membawa kepala Markus. Dalam perjalanannya inilah penggalan kisah Marlina dimulai. Mulai dari bertemu Novi, Franz, dan sebagainya. Untuk lengkapnya saksikan sendiri di bioskop ya!


Selamat makan malam! Enak gak sup nya?


Film ini mengangkat tema woman violent yang marak terjadi pada wanita yang dianggap sebagai pihak yang lemah. Marlina digambarkan sebagai pribadi malang yang sudah jatuh tertimpa tangga. Dia baru saja kehilangan anak dan suaminya, lalu kedatangan perampok yang menginginkan kehormatannya. Para lelaki di film ini pun digambarkan sebagai lambang superior di mana wanita hanyalah sebagai objek seks dan ketidakberdayaan saja. Hadirnya film ini selain ingin menampakkan wajah masyarakat yang sesungguhnya, juga sebagai lambang perlawanan perempuan terhadap ketidakadilan selama ini. Sehingga film ini bisa dikatakan "teriakan" para wanita agar nasib mereka lebih diperhatikan.


Beberapa kelebihan di film ini yang berhasil saya tangkap adalah :


1. Cinematografi yang sangat bagus.
Penggambaran kehidupan Marlina yang sendirian serasa berdampingan dengan alam Sumba yang kering namun indah. Setiap scene menggambarkan padang stepa luas dengan daun-daun yang menguning. Penggambaran ini mengingatkan saya akan film "Aisyah Biarkan Kami Bersaudara" yang juga memakai latar belakang NTT. Sutradara dan sinematografer berhasil memadukan kekuatan akting dengan lingkungan sekitar yang membuata mata dimanjakan dengan gambar yang indah selama film berlangsung.

2. Akting yang menawan.

Beberapa aktor yang hadir di film ini menyuguhkan akting yang sangat menawan. Marsha Timothy, misalnya yang diganjar sebagai best actreess dalam sebuah festival film di Catalonia, Spanyol. Marsha berhasil menggambarkan sosok Marlina yang nestapa namun tidak cengeng dan tetap tegar. Ditambah lagi akting pemeran pembantunya, Dea Panendra yang berperan sebagai Novi, juga menampilkan karakter yang lugu, teguh pendirian dan polos. Dia melengkapi perlawanan Marlina dengan ikut menolong Marlina di scene terakhir. Hampir dari semua aktor yang berada di dalam film ini menampilkan karakter yang baik termasuk pemeran sekilas semacam Tofan si gadis kecil anak pemilik warung makan, mamak yang akan menghadiri pernikahan keponakannya, dll.


3. Berani mengungkapkan fakta yang banyak terdapat di Indonesia.
Beberapa adegan di film ini mengungkapkan fakta-fakta yang ada di Indonesia. Karena film ini mengangkat tentang perempuan, maka isu yang dikemukakan sudah tentu menyorot penderitaan kaum perempuan. Misal, bagaimana orang yang sudah menderita seperti Marlina, harus menanggung "perayaan" kematian suaminya padahal hutang dari kematian anaknya juga belum lunas. Di tengah himpitan ekonomi seperti itu sepertinya "adat" tetaplah sesuatu yang penting, padahal makan untuk besok saja belum tentu ada. Sehingga masyarakat terkesan memaksakan apa yang sebenarnya mereka tidak mampu.


Fakta berikutnya adalah superior laki-laki terhadap perempuan yang hanya dilihat (kebanyakan) sebagai objek seksual saja. Ini digambarkan saat Markus dkk ingin merenggut kesucian Marlina dengan kalimat yang intinya, "Kamu akan menang banyak malam ini, Marlina!" Juga saat Franz ingin memperkosa Marlina di scene akhir, padahal Marlina sudah berbaik hati mengembalikan "kepala" Markus. Termasuk saat Novi dengan kehamilan 10 bulannya yang belum keluar juga yang membuat Ambu, suaminya, marah dan meninggalkannya. Ambu pun percaya bahwa anak yang dikandung Novi tidak bisa keluar karena Novi berselingkuh. Ya, walaupun di jaman sekarang ini faktanya banyak perempuan juga yang sengaja "menjual" dirinya demi kenyamanan, tetapi tidak sedikit pula yang merasa penghargaan diluar seksualitas itu lebih tinggi. Maka dari itu timbullah emansipasi wanita yang menginginkan keadilan dan kesamarataan dengan laki-laki.


Fakta lain yang diangkat dalam film ini adalah kebobrokannya sistem kepolisian. Saat Marlina sampai di kepolisian, dia harus menunggu lama agar laporannya dibuat karena para polisi itu sedang "sibuk" bermain pingpong. Pada akhirnya saat salah seorang polisi itu menerima laporan Marlina, itu pun hanya sekedar ink on the page, sekedar menerima aduan masyarakat saja. Marlina bahkan disalahkan saat tidak melawan Markus yang digambarkan olehnya kurus dan kecil.


4. Musik etnik yang menarik.

Film tanpa musik mungkin tidak akan menarik. Film MSPD4B ini menjadi semakin menarik dengan musik etnik yang khas selama adegan berlangsung. Adanya musik ini menguatkan ke-Indonesia-an dari film ini. Dalam beberapa bagian bahkan tokoh Franz bersenandung dengan bahasa Sumba.


Beberapa hal inilah yang menurut saya menjadi kekuatan dari film MSPD4B. Mouly Surya berhasil mengangkat isu yang sering diteriak-teriakkan kaum feminis. Walaupun ada beberapa tanya juga di benak saya, namun itu mungkin tidak terlalu kentara.



Siapa yang mau jadi korban berikutnya?


Sekarang beberapa kekurangan film ini yang berhasil saya tangkap :


1. Alur yang lambat.
Semua adegan dari Marlina membunuh Markus sampai Marlina akhirnya balik kembali ke rumahnya untuk menolong Novi yang disandera Franz hanya dilakukan kurun dalam waktu 24 jam. Padahal Marlina sudah berjalan jauh naik truk, lalu dilanjutkan berkuda (kudanya jalan ya, bukan berlari seperti di film koboi) semuanya seperti tidak masuk akal karena dilakukan hanya 24 jam. Mungkin jika Marlina naik motor pulang balik, masih masuk akal. Namun berkuda yang kudanya juga hanya jalan lalu berhasil kembali ke rumahnya dengan mampir dulu ke restoran Tofan, tidur siang bersama Tofan, dll agak mustahil dilakukan dalam 24 jam saja.


2. Beberapa hal yang tidak masuk akal.

Selama berjalan Marina terus menjinjing kepala Markus tanpa kebauan. Begitu juga saat orang-orang yang ditemani Marlina tidak merasa kebauan dengan bangkai kepala itu. Padahal saat Franz dan Niko, dua perampok lainnya, masuk ke dalam rumah Marlina, Franz sampai muntah-muntah. Ini penggambaran bahwa dia kuat atau gimana saya kurang paham. Marlina juga menemukan peti yang akhirnya dijadikan tempat menaruh kepala Markus. Adegan kepala itu ada di dalam peti juga saat dia berjalan bersama kuda tanpa pelana. Semakin mustahil saja.

Adegan lainnya, pakaian Marlina masih bersih padahal kepala itu sempat didudukkan di atas pangkuannya. Detil mungkin, tapi bagian ini justru yang membuat saya bertanya-tanya. Marlina juga lewat dari pandangan Franz dan Niko yang mengejarnya dengan sepeda motor saat truk yang membawa Marlina berhenti untuk buang air. Supir truk tersebut pun seakan dengan mudahnya menjadi pembela Marlina, padahal awalnya mereka sempat adu mulut.

Bagi saya detil seperti itu penting demi menjaga jalan cerita yang tetap masuk akal dan sesuai nalar.


3. Sosok yang lemah sekaligus kuat (membingungkan).
Marlina awalnya digambarkan sebagai wanita yang lemah yang dengan begitu saja menerima kedatangan para perampok. Satu hal yang saya herankan, saat Marlina hendak digagahi oleh Markus dia tidak mencoba melawan sekuat tenaga malah dia berada di posisi "woman on top". Bagi wanita yang sedang diperkosa rasanya aneh dengan hal seperti itu. Walaupun kemudian dengan posisi itu Marlina berhasil menebas leher Markus. Tetapi tetap saja menurut saya adegan seperti itu bukanlah adegan penting. Bisa saja Marlina berlari dan mengambil parang kemudian langsung menebas leher Markus tanpa perlu Markus menggagahi nya. Di lain kesempatan, Marlina malah tidak berdaya saat akan digagahi Franz. Bisa saja sebelum Franz sempat menggagahinya, dia sudah menebas leher Franz terlebih dahulu kan? Bagi saya karakter ini malah membuat bingung peran Marlina sendiri, sebagai wanita lemah tertindas atau wanita kuat?


4. Banyak adegan yang tidak perlu.

Beberapa adegan yang menurut saya tidak perlu salah satunya adalah adegan pemerkosaan yang dilakukan Markus kepada Marlina. Bagi saya itu "gak Indonesia banget!". Sutradara seharusnya bisa menginterpretasikan hal tersebut dengan sesuatu yang lain tanpa harus secara vulgar menyajikan hal seperti itu. Tanpa hal itu pun sepertinya film akan tetap lancar, misal dengan langsung masuk ke adegan menebas leher Markus. Bagi saya adegan ini adalah "tempelan" dan "pemanis" film saja yang tanpa divisualkan pun bukan masalah besar. Film ini layaknya film Hollywood kebanyakan yang memasukkan unsur "sex" dalam film-film mereka. Sangat disayangkan film sebagus ini, bagi saya, menjadi "rusak" dengan adegan tak penting itu. Padahal jika adegan itu tidak ada maka cakupan penonton film ini bisa lebih luas lagi. Contoh saja film PASIR BERBISIK besutan Nan T.Achnas yang bagus tanpa perlu memasukkan unsur seksualitas.

Adegan lainnya yang menurut saya mengganggu adalah ucapan-ucapan kotor, yang walaupun ini adalah fakta yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, namun seharusnya Sutradara bisa meramunya dengan sesuatu yang lebih bermakna. Disini ungkapan-ungkapan seputar ranjang pun kerap dibicarakan, semisal saat Novi dan Marlina berdialog di truk atau saat mereka berdua sedang buang air kecil. Sehingga secara tidak langsung, lagi-lagi film ini mengangkat unsur "sex" agar lebih laris. Makian mungkin masih bisa saya maklumi, tetapi untuk hal-hal berbau seksualitas, di negara Indonesia mungkin tidak. Ya, kecuali jika film ini memang pangsa pasarnya adalah luar Indonesia. Oiya, adanya kucuran dana dari Perancis mungkin juga memengaruhi idealisme film ini.


5. Terlalu Quentin Tarantino

Seperti yang sudah saya jelaskan di atas jika film ini sangat QT. Unsur-unsur yang membuat saya bisa menyimpulkan hal ini adalah pengambilan gambarnya, kekelamannya, dan yang paling jelas pemenggalan babak dalam film ini yang memakai judul besar pada pergantian babak. Pemakaian judul itu mirip sekali dengan film Kill Bill, ketika QT memenggal setiap adegan untuk Beatrix pada setiap musuh yang dihabisinya. Namun, sutradara berhasil mengambil gambar yang ciamik yang menggambarkan suasana indah Sumba.


Kesimpulannya adalah film ini adalah teriakan kaum Feminis akan penindasan yang terjadi pada wanita. Untung saja sutradara tidak terjebak membawa film ini dengan mengaitkan pada agama tertentu (seperti yang terjadi di film NAURA DAN GANK JUARA). Kalaupun ada tentang agama, itu hanya sekedar saran dari Novi saja tetapi tidak menyinggung. Para feminis memenangkan tokoh wanita yang berhasil keluar dari intimidasi para lelaki.

Dalam agama yang saya anut, Islam, wanita memiliki kedudukan yang penting dan keberadaannya sangat dihargai bukan sekedar berkembang biak saja. Para lelaki diharuskan menghormati wanita dan memuliakan mereka. Al-Qur'an sendiri memasukkan banyak surat yang bertemakan tentang wanita, semisal surat An-Nisa. Jikapun dalam realita modern sekarang ini banyak penindasan terhadap wanita muslim, bisa dipastikan mereka tidak menjalankan Islam secara baik. Untuk memukul saja Rasulullah melarangnya, apalagi sampai menganiaya. Maka dari itu dalam Islam tidak ada istilah feminisme karena semua hak wanita terjamin dengan baik.

Sedangkan untuk korban pelecehan dan KDRT seperti yang dialami Marlina, menurut saya solusinya adalah perlawanan dari diri si korban terlebih dahulu. Orang lain mungkin bisa saja membantu, tapi jika tidak ada "will" dari korban akan sulit untuk menyelesaikan masalah. Perlawanan adalah salah satunya. Seperti yang diperlihatkan Marlina, ketika dia menjadi korban superior dari para lelaki perampok itu, dia melakukan perlawanan dengan membuatkan sup beracun dan memenggal kepala Markus. Novi pun melakukan perlawanan yang sama, saat sang suami memukulnya, dia melakukan perlawanan. Korban diluar sana mungkin tidak setangguh Marlina dan Novi, disitulah fungsinya LSM yang memberikan dukungan untuk para korban bukan malah mengompori korban dan mengambil alih segalanya dengan merasa yang paling tahu.

Film ini memang seharusnya masuk kelas festival ke festival bukan komersial. Dan bagi saya, hanya cocok ditonton orang dewasa serta movie maniak yang suka menonton film-film absurd semacam ini. Jika anda bukan pencinta film, sudah bisa dipastikan film MSPD4B ini boring as hell.***(yas)


Nilai :
Akting 8/10
Skenario 8.5/10
Cinematografi 9/10
Overall 8.3/10




Jakarta, 28 November 2017
@myroom 21.11 pm
Selesai dalam dua hari. lamonyooo...








2 comments: