Thursday, January 25, 2018

Bang Kapten! (Untuk Dia yang sedang termenung)





"Berapa menit lagi Kev, waktunya?"

"Paling 2 menit lagi, paak"

Tak lama pluit berbunyi panjang. Aufa menangis, Garin menangis, Hafidz juga, Razandy ikutan menangis. Aku mencari Bang Kapten, belum menangis tetapi wajahnya sudah memerah.

"Bu Yen, ayo bu deketin mereka," ujarku pada Bu Yen, Kepsek kami yang juga jadi supporter di pinggir lapangan tadi. Bu Yen berjalan menuju kursi pemain.

Melihat para pemain menangis, aku ikutan menangis (tapi dalam hati... hahaha). Sedih melihat mereka kecewa. Aku pun mengekori Bu Yen di belakang. Kevino yang kucari-cari sudah tidak ada. Aku menuju ke satu titik, Bang Kapten.

"Waahh, kalian hebat loh tadi! Keren banget!! Keceh Badai! You all did well! Semangat!" ujarku dengan suara dikuat-kuatkan... hahahah...

Hafidz berjalan gontai diikuti mamanya. Razandy dihibur mamanya. Aku melihat Bang Kapten berjalan memegang sobat terbaiknya, Si "celana bolong". Aku segera menuju dia.

Beberapa waktu seusai sholat jumat tadi aku sempat berpesan pada Bang Kapten yg sengaja kusuruh duduk di sampingku. "Sebelum keluar, doa dulu Kapten" Dia mengangguk dan berdoa dengan khusyuk. Kemudian, "Give me a hug!" ujarku lagi. And he did. “Do the best!” ujarku sebelum dia pergi.

Usai itu dia segera keluar bersama dengan teman-temannya. Aku pergi ke ruang guru untuk menyelesaikan beberapa urusan yang belum selesai. Pertandingan belum dimulai jadi aku masih ada waktu untuk mengerjakan beberapa hal sebelum mendukung tim Bang Kapten.

Tak lama suaranya terdengar lagi memanggilku, menanyakan pelatihnya yang juga rekan kerjaku. Aku memberi tahunya kemudian dia pergi.

**

Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang saat keriuhan terdengar di lapangan. Beberapa anak yang sedari tadi kuminta untuk mendukungnya sudah duduk di pinggir lapangan, termasuk si "celana bolong, sahabat Bang Kapten. Aku segera bergabung dengan keriuhan itu. Di dekatku ada Kevino dan beberapa anak yang lain. "Celana bolong" duduk di pinggir lapangan, berteriak-teriak menyemangati sahabatnya.

Pertandingan berjalan seru. Lawan di final adalah SDIT Thariq Bin Ziyad. Di atas lapangan mungkin Tim Bang Kapten bisa menang, tetapi tim lawan menurunkan kekuatan penuh.

Beberapa saat kemudian kebuntuan permainan berakhir dengan gol dari Bang Kapten. Kami yang menonton berteriak-teriak senang. Aku mengelu-elukan nama Bang Kapten. Kevino yang ada di sampingku protes karena aku terlalu heboh, katanya. Hahaha…

Aku berteriak-teriak memanggil Bang Kapten, jika acapkali dia melakukan tendangan. Aku memanggil Razandy, Aufa, Garin, siapapun yang kubisa kupanggil pasti kuteriaki namanya. Tak lupa teriakan khas ku, “Come on!! You can do it!”

Tetapi permainan semakin tegang. Gol pun bersarang di gawang Aufa, menjadikan kedudukan menjadi 1-1. Kami terus berteriak-teriak memanggil-manggil setiap orang yang bisa kupanggil. Bang Kapten yang paling utama. Gawang tim Bang Kapten semakin dibombardir lawan. Beberapa peluang bagus gagal dieksekusi Razandy, Garin, dan Bang Kapten. Permainan Aufa semakin menurun dan terlihat tegang. Beberapa kali shoot yang dilakukannya dari gawang melenceng jauh ke sebelah kiri atau kanan gawang lawan. Raifa berusaha keras menahan gempuran bola. Razandy nyaris membuat gol kalau tidak berhasil ditepis oleh kiper lawan. Semua terlihat frustasi. Pak Budi, pelatih mereka teriak-teriak. Kami di pinggir lapangan ikutan tegang dan teriakanku semakin kencang, “Focus!! Focus!! Focus!!” teriakku melihat kekacauan tim kami. Dan petaka itu datang. Gol kedua berhasil disarangkan oleh tim lawan. Pemain semakin tertekan dan nervous. Kami di pinggir lapangan semakin deg deg-an.

"Si Celana Bolong" berteriak-teriak mengatakan sesuatu yang tidak baik tentang lawan. Aku mengingatinya, “Hoi, jangan sampai kita sudah kalah terus ditambah menjadi buruk dengan perkataan yang tidak baik ya, Celana Bolong.” Si "Celana Bolong" menurut. Kami memberikan semngat lagi.

Hafidz masuk menggantikan Razandy. Kami semakin berteriak-teriak. Bang Kapten semakin lincah mengawal bola tetapi selalu dihadang oleh tim lawan. Aufa semakin melakukan banyak kesalahan dengan shoot nya. Terlihat sekali tim kami sangat tegang dan tidak santai. Aku lagi-lagi menoleh pada Kevino menanyakan waktu. Pak Wi, wakil kepala sekolah kami memberitahu bahwa waktu sudah masuk injury time and it will be so hard to win. Akhirnya wasit meniupkan peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Tim lawan sujud syukur dan bersorak kegirangan. Bang Kapten dan teman-temannya juga sujud tetapi penuh dengan air mata. Pertama yang kutangkap menangis, Aufa, diikuti Garin, Hafidz, Razandy dan… Bang Kapten. Tetapi Bang Kapten berusaha terlihat tegar.

Setelah itu aku mengikutinya dari belakang saat dia berjalan memegang bahu "Celana Bolong". Aku menangkapnya, “Wah….Bang Kapten hebat banget! Tapi memang belum beruntung aja. Tetap semangat ya!” Dia menahan tangis. Aku mengikutinya dan duduk di pinggir tangga gedung 2.

Celana Bolong mencoba menghiburnya. Aku memeluknya dan memberikan kata-kata motivasi. Si "Celana Bolong" membuat lelucon tentang tim lawan, Bang Kapten tertawa mendengarnya. Aku selalu memerhatikan mereka berdua. Celana Bolong membuat lawakan (yang menurutku jayus), yang tertawa sudah pasti sahabatnya, Bang Kapten. Aku ikut tertawa bukan karena lelucon Celana Bolong, tapi melihat mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Kemudian aku memotret Bang Kapten dengan posisi termenung seperti itu.

Sebelum aku meninggalkan Bang Kapten, aku memberinya semangat kembali. Razandy mendekat, dan aku pun memberinya ucapan selamat dan menyemangatinya. Kemudian aku pergi karena ada acara lagi. Pada akhirnya aku sedikit menyesal karena tidak memotret Bang Kapten dan Si Celana Bolong lebih banyak. Termasuk Razandy juga.

***

Mungkin kekalahan yang sekarang tidak terlalu menyakitkan bagi Bang Kapten. Mereka sudah bermain dengan bagus dan maksimal, namun takdir menentukan mereka harus kalah.

Aku teringat sebulan sebelumnya, di tempat yang sama, kelas Bang Kapten juga mengalami kekalahan. Mungkin itu hanya pertandingan antar kelas yang tidak begitu bergengsi, tetapi kelas Bang Kapten waktu itu adalah kelas yang diunggulkan karena banyak anak bola di dalamnya. Tetapi di final, kelas Bang Kapten kalah. Mungkin kekalahan itu akan menjadi biasa-biasa saja pada umumnya, tetapi menjadi sangat menyakitkan karena AKU (PURA-PURA) TIDAK MENDUKUNGNYA!

Alih-alih Aku malah sengaja mendukung tim lawan. Mental mereka pun down. Mereka kalah, dan mereka memusuhiku! Sedihnya. Padahal begitu peluit panjang terdengar, yang ingin kulakukan adalah satu, memeluk mereka dan menenangi mereka. Dan mereka pun marah kepadaku. This is the very worst episode of my life.

Setelah itu kami “bermusuhan”. Namun permusuhan itu selesai setelah aku berusaha untuk memaafkan dan menyadari kesalahanku. “Mereka masih anak-anak, Yas. They even didn’t know what they did it’s hurt you,” ujar seorang temanku. Tak lama aku pun akrab kembali dengan mereka. Celana Bolong yang paling sportif dan dia yang paling dewasa (cubit pipi Rey).

Dengan Bang Kapten? Setelah kejadian ini aku menjadi ingin selalu memerhatikannya. Kami menjadi dekat. Dia anak yang baik. He just doesn’t know how to act as a good person. Mungkin terlihat jutek diluarnya, tetapi percaya deh, dia anak yang baik.

Hubungan kami pada awalnya memang biasa-biasa saja. Dia sepupu dari Razandy dan setiap kali aku menegur Razandy, maka aku pun ikut menegurnya. Padahal aku tak pernah mengajarnya sampai kelas 5 sekarang. Hingga akhirnya dia berada di kelas di mana aku menjadi wali kelas kedua. Awalnya pun biasa-biasa saja. 

Di ulang tahunnya, Oktober 2017, entah kenapa tiba-tiba aku merasa ingin memerhatikannya saja. Hal itu datang tiba-tiba. Kemudian kami pun menjadi akrab. Sebagai seorang guru dengan murid dan juga sebagai sahabat.

Empat tahun sebelumnya aku juga akrab dengan seorang anak bernama “A”. Sekarang dia sudah duduk di kelas 3 SMP dan kami jarang berkomunikasi lagi. Dia menjadi anak yang “aneh” dan “liar” bagiku sekarang. Dulu waktu dia kelas 1 sampai kelas 5 aku begitu intens memerhatikannya. Mengajarinya mengaji, membantunya belajar Bahasa Inggris maupun pelajaran lainnya. Lagi-lagi sebenarnya “A” adalah anak yang baik, namun pengaruh lingkungan yang akhirnya membuat dia menjadi “tidak baik”. Kami sempat bermain petasan di rumahnya dan bukber bareng, tetapi aku gagal merengkuhnya saat dia berjalan terlalu jauh dan menjadi liar. Aku segan untuk menegurnya dengan perasaan malu dan memikirkan apa yang akan dikatakan orang lain bila aku terlalu memerhatikannya. Padahal jika kuingat lagi, untuk apa perkataan tidak penting orang-orang itu kuperhatikan, pada akhirnya malah menimbulkan penyesalan tidak bisa menolongnya. Terkadang orang hanya bisa berkomentar pedas yang membuat hati kita menjadi luka. Padahal mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Akan selalu ada orang yang berkomentar pedas untuk setiap kebaikan yang kita lakukan. Just get over it!

Sekarang aku tak ingin hubungan “istimewa” dengan Bang Kapten berakhir seperti “A”. Bang Kapten anak yang baik dan memiliki keluarga yang baik pula. Aku yakin jika dia dikembalikan kepada fitrahnya menuju kebaikan, maka dia akan bisa terus menjadi baik. Aku yakin dan sangat yakin. Aku akan mencoba mengawasinya. Walaupun waktuku bersamanya mungkin tak lebih dari 4 bulan lagi tetapi aku akan mencoba untuk terus berkomunikasi dengannya. Anak yang baik pasti akan menemukan jalan yang baik juga.

Semangat terus ya, Bang Kapten! Aku akan selalu mendukungmu! Kamu hebat! Kamu keren! Dan yang lebih penting, kamu baik! Kamu bisa menjadi lebih baik lagi. Melajulah terus, Bang Kapten! Aku ingin melihat dirimu memegang piala itu dan berkata, “Kemenangan ini kupersembahkan untuk Pak Yass yang ganteng abiss!” Hahahah....***(yas)




Jakarta-Bogor-Bekasi, 23-25th of January 2018
@My room, Mujigae, office, 08.18 am
Persembahan untuk Bang Kapten.
Love you full to the moon and back! 



Ps. Celana Bang Kapten sengaja ditutup emoticon biar nutupin auratnya :)



Tuesday, January 23, 2018

Jahat!! (Arrrgggghh!!!! Im very uncomfortable!)

  



(gak selamanya maksud baik, dianggap baik, grrrr!!!)

**

Baru aja selesai ngajar. Mood lagi bagus. Bagi-bagi permen. Seru-seruan. Eh, seusainya...

Tidak ada yang bicara, tetapi ada kata yang tak terucap : "Jangan deket-deket anak lagi, Pak!" titipan beberapa ortu. Guru kelas membela bahwa mereka berpikir terlalu jauh.


WTF!! Jahat!!

Pasalnya? Saya terlalu sering ngefans sama, sebut saja "Bambang" murid kelas 2 yg sopan, baik, dan pintar. Saya sering bangga-banggain dia dan posting foto di akun sosmed saya. Ada indikasi, ya you know lah, LGBT. Saya sudah besar, belum menikah, suka anak-anak. Arrrgggghh!!! Pengen rasanya marah-marah tapi..... Gak guna! Dan bukan ortu si "Bambang" yang protes. Aneh!

Baru kali ini saya dijahatin di sekolah kayak begitu. Dulu juga pernah ada yang menuduh saya seperti itu, tetapi dia khilaf dan sampai datang ke rumah saya bersama istrinya minta maaf. Sakit? Udah pasti. Sedih? Ngetik ini pun sambil nahan air mata. Marah? Pengen maki-maki itu orang tapi apa gunanya?

Andaikan orang itu tau, gimana gak nyamannya "sendirian" kayak begini. Belum lagi dibully sana-sini, lebih tepatnya disuruh cepat-cepat nikah. Kalau saya ceritain bisa-bisa mereka semua pasti stop membully saya. Tapi Im not kind of person like that. Selama masalah masih bisa ditanggung saya dan diadukan ke Allah, gak ada solusi yang lebih bagus daripada meneteskan air mata memohon dengan sangat pada-Nya. Saya tau pilihan Allah lebih baik daripada maunya saya. Waktu yang diberikan Allah akan lebih indah daripada waktu yang sudah saya terka-terka. Kalau sudah begini, siapa yang tak bisa menolak takdir.

Begitupun dengan murid2 saya. Saya gak bisa cuma "gitu-gitu" doang. Saya mau punya bond yang kuat dengan mereka. Membuat mereka nyaman, senang dan gembira. Saya ini Guru, sudah berapa banyak buku yang saya baca tentang "make comfortable class". Mengajar itu passion saya. Kalau bukan passion, ngapain saya bela-belain pagi-pagi berangkat dari Jakarta jam 05.30 pagi, pulang lagi jam 17.00. Niatan saya, they like English lesson. Mereka bahagia dan gak terbebani belajar Bahasa Inggris. Berapa banyak yang akhirnya terbantu di kelas saya. Mereka yang akhirnya mau mengerjakan tugas-tugas Bahasa Inggris, dll. Responnya? Ah, anak saya sudah pintar dari sananya. Yeah, You're RIGHT! Never WRONG!

Saya ini mengajar SD sudah nyaris 10 tahun. Sebelumnya saya ngajar SMA 5 tahun. Dan baru kali ini saya merasa gak nyaman dengan hal ini. Tapi tenang nanti kedepannya saya bakalan biasa lagi.

Tau gak zaman-zaman saya ngajar SMA? Seorang murid yang gak pernah sholat tiba-tiba pinjem sarung ke saya karena kangen sholat Ashar usai pendekatan persuasif saya. Dan dia anak yang paling ditakuti satu sekolah. Seorang murid yang lain tengah malam menelepon saya mengaku bahwa dia telah berzina (ini SMA loh!). Murid-murid wanita yang suka clubbing menangis rebutan mau ikut Rohani Islam usai saya putarkan film tentang kematian. Belum lagi yang tiba-tiba sms untuk sekedar curhat atau minta bantuan. Mereka bayar ke saya? Saya bukan tipikal yg mengharapkan bayaran. Kadang jika kasus sudah selesai saya memberi mereka hadiah. Bukan cuma seorang murid tapi banyak murid. Belum lagi menulis surat memberikan semangat untuk mereka. Apa saya mengharapkan imbalan?

Untuk anak-anak pun begitu. Ada yang tiba-tiba tanpa saya minta, curhat tentang keluarganya. Apa saya langsung suruh mereka musuhin ortunya? Yang ada saya selalu bilang, "Your parents are too kind. They truly love you but they don't know how to tell to you,"

Belum lagi yang pagi-pagi nyamperin saya bilang, "Can you give me a big hug?" anak perempuan, sebut saja Mawar. Apa saya harus menolak dia karena takut disebut LGBT? Yg ada saya malah berucap : “For sure!” Memeluknya tentu aja bukan karena maksud2 lain. Kalian tau pentingnya hugging bagi anak seumuran mereka?

Kali lain, setiap saya lewat anak-anak itu selalu mengejar-ngejar saya. Kalo saya menyebutnya pembully-an terhadap saya. Ini dilakukan rata-rata oleh anak-anak cowok kelas rendah. Menarik tangan saya, melompat ke punggung saya minta digendong, meluk-meluk kaki saya, dll. Apa saya marah-marah? Asalkan mereka senang, it’s ok for me. Ketika mereka sudah mulai keterlaluan, baru saya menasehatinya perlahan-lahan.

Di kelas pun saya merasa “blend” dengan mereka. Sehingga saya bisa membantu mereka dalam belajar. Bermain mime, menari diirngi lagu bahasa Inggris sebagai media pembelajaran, dll. Hal ini tidak mungkin saya lakukan jika saya bersama orang dewasa. Saya malah merasa kikuk. Ketika bersama anak-anak saya menajdi lebih ekspressif. Intinya adalah membuat mereka senang dan gembira.

Pernah satu kasus, ada anak the rudest in the class, dia berbicara kotor. Sebelumnya saya sudah mengingatkan tetapi tidak diindahkan oleh dia. Hingga akhirnya saya benar-benar harus “marah” dan membuat semua anak di kelas terdiam. Tentu saja marah saya bukan marah betulan karena emosi, tetapi marah untuk mengingatkan. Di akhir kemarahan itu saya memeluk the rudest boy itu dan menasehatinya dengan lembut. Can you imagine, mengubah emosi menjadi ketenangan dalam seperkian menit? Cuma guru yang bisa! Kemudian hari, The rudest boy itu tidak berani lagi berbicara kotor di depan saya dan dia begitu semangat mengikuti pelajaran saya.

Untuk anak-anak kelas atas, apakah orang tua tahu betapa kotornya bahasa anak jaman now? Dan mereka kebanyakan berani mengucapkan itu di depan saya! Saya marah? Tak perlu marah, masih bisa menasehati. Mereka bahkan tidak mengerti maksud yang mereka ucapkan sendiri. Ke guru lain, saya tak yakin mereka berani mengatakannya. Mereka akan berpura-pura baik, tetapi mereka bisa berkata begitu pada saya, kenapa? Kenyamanan! Terus saya begitu saja membiarkan mereka berkata-kata buruk di depan saya? Yang sudah-sudah saya memberikan pujian bahwa mereka bisa berkata lebih baik, hal itu malah menghentikan omongan2 buruk mereka.

Lalu apakah mereka selesai sampai disitu? Tahukah kita betapa banyak anak yang feel lost? Itulah perasaan anak-anak jaman now. Solusi, kasih perhatian! Ingatkan mereka jika mereka melakukan kesalahan, puji mereka bila menemukan kebaikan. Give them hug! Tentu saja putra dengan putra dan perempuam dengan perempuan. Jika mereka masih kecil, hug sewajarnya dan perlahan2 kasih pengertian. Dalam sebuah pelatihan karakter yang saya ikuti, anak-anak TK itu memerlukan guru laki-laki. Ya, they need “daddy” image to build their characters. Jika daddy mereka yang masih perhatian saja bisa membuat mereka Lost, apalagi daddy mereka yang tak pernah perhatian.

Lalu datanglah virus LGBT. Tentu virus ini adalah salah satu protocol Zion yang dilancarkan untuk memuluskan aksi The World Order. Maka berpelukan lelaki dengan lelaki terasa weird. Semua penuh kecurigaan yang melewati batas. Tetapi hanya tinggal curiga tanpa bisa memberikan solusi yang konkret. Orang tua tetap sibuk, semua artikel tentang LGBT dibaca, tetapi hanya menyuruh sana sini tanpa mau peduli kondisi yang seharusnya mereka ketahui. Benar kata seorang teman, menjadi orang tua memang alami tapi tetap memerlukan ilmu untuk menghadapi kecanggihan kids jaman now.

Kata-kata tidak terucap itu bagi saya “menyakitkan”. Menuduh hanya berdasarkan kecurigaan yang tidak beralasan. Padahal semua yang saya lakukan tentu ada misinya. Mungkin kata-kata itu akan membuat saya terjerembab untuk beberapa saat. But they must be remember, words can bring me down. And It will affect nothing to myself. I am what I am no matter what. I want to be what I want to be, not others want to be. Your words and your prejudice will not take me over. But, anyway, Thank You so much. For me forgiveness is a nice things to do.

Ah, saya jadi teringat beberapa malam setelah mengoreksi Ulangan akhir semester anak-anak. Saya sibuk membeli berbagai macam panganan untuk dibagi-bagi dengan tujuan wajah-wajah itu semakin semangat. Dan tak lupa saya menulis kata-kata menyemangati mereka dalam lembar kecil, tentu dengan berbagai macam kata yang berbeda-beda dengan tujuan they enjoy my class and my lesson. Beberapa anak yang "tidak menonjol" sengaja saya menangkan untuk membuatnya percaya diri. And for the comment what I've done, I don’t give a damn!***(yas)



Bekasi, 22nd of January 2018
@teacher's room, 15.31
I just can't stop crying 😢😢😢



Some of photos me and my students :