Wednesday, June 23, 2021

Media Play Corona


Pagi ini saya dibuat heran dengan mobil yang berbaris memanjang di pinggir jalan. Bukan cuma pagi ini aja sih sebenarnya tapi dari beberapa hari sebelumnya. Awalnya saya kira ada mobil truk mogok atau apa ternyata itu adalah mobil yang mau drive thru PCR! Dah kayak ngalahin antrian BTS meals ajaaah...

Hmmm... di musim seperti ini ada beberapa kemungkinan mereka mau tes : Berita corona yang heboh membuat orang menjadi panik, mereka habis pulang liburan, atau mereka mau liburan. Mostly, kayaknya antara yang kedua atau yang ketiga deh.

Saya pribadi sih bukan orang yang gak percaya corona. Teman-teman saya banyak yang C-19 survivor,  saya juga bagian yang sudah divaksin, saya bukan yang gak percaya c19, saya bukan bagian yang bilang corona itu konspirasi atau hoax. Semua itu real! Yang menjadi permasalahan buat saya adalah media play yang dilakukan oleh oknum. Saya menolak tertindas dengan berita-berita corona yang super heboh itu.

Dalam dunia per k-pop an (dan dunia-dunia yang lain), media play itu adalah bagaimana media membuat 'sesuatu' itu terlihat heboh dan bombastis. Padahal kenyataannya gak seperti itu. Jadi ada oknum tertentu yang membayar media buat melakukan media play itu.

Lihat aja deh... sekarang media memberitakan dengan heboh berita corona dengan headline yang fantastis ples bombastis (dengan tambahan kata DARURAT, GAWAT, MENYERAMKAN, dll dll) yang sekali dibaca judulnya pasti bikin was-was dan cemas. Ketara banget ada media play yang sengaja dilakukan dengan membuat berita-berita ala ala koran lampu merah zaman old. Gak ngerti deh, kenapa tiap ada isu RUU pajak sembako, pajak sekolah atau yang sekarang lagi heboh tentang haji, selalu aja ada berita corona yang heboh menyerang. Jadi orang-orang semacam teralihkan. Tau sendiri kan tipikal orang Indonesia yang banyak ketakutan dengan isu-isu kek begitu. Eh, tau-taunya RUU itu udah sah aja... Hadeehh...

Efek dari media play yang kayak begitu udah pasti bikin orang jadi was-was, cemas, dll yang otomatis bisa ngurangin perasaan happy diri orang yang membacanya. Kalau kita udah hidup kayak begitu udah pasti yang ada jadi gampang stress dan berujung pada panic attack dan trauma.

Daaaaaannnn..... yang lebih bikin saya gregetan itu ada aja orang yang share berita-berita kayak begitu. Padahal saya yakin dia yang nge-share itu cuma baca judul, ataupun kalau dibaca juga dia gak mau ketakutan sendiri. Alhasil dia nge-share itu artikel yang bikin heboh se grup. Kalau penghuni grup nya realitis mungkin gak akan menghebohkan berita bombastis kek begitu, tetapi kalau diisi mostly sama ibu-ibu yang cuma baca judulnya, udah pasti yang namanya anxiety itu bakalan menyebar dengan cepat kek virus corona sendiri. Kalau penghuninya bapak-bapak kudet udah pasti bakal di forward kemana-mana.  Padahal kalau dia cerdas, udah sih berita itu stop di diri lo ajah. Saya pribadi adalah orang yang gak pernah nyebar pesan / berita dari grup kalau gak penting banget!

Hemat saya sih jangan jadi orang yang gampang share berita begituan. Cukup diri lo aja yang baca atau pun di skip aja. Cari artikel yang lebih informatif dan berguna ketimbang nakut-nakutin kek begitu. Fungsi nya apa nakut-nakutin kek begitu? Cerdas lah sedikit untuk gak spread hal yang gak banget kek begitu. Kita aware akan corona tetapi jangan sampai kita dan kebahagiaan kita tertindas sama corona.

Kalau misalnya ada berita tentang RS penuh, Wisma atlet penuh, dll, mesti diteliti dulu sumber dan kebenarannya. RS penuh bukan berarti semua kena corona khan? Wisma atlet penuh juga sama. Jenis yang diserang corona kan beda-beda. Ada yang fatal, ada yang gak berasa apa-apa, dll. Apa-apa sekarag bisa dicoronakan. Hal ini tentu aja bikin orang jadi males ke RS kalau sakit dikit. Akibatnya orang yang emang sakit karena corona jadi males ke RS karena takut divonis dan bikin drop. Atau orang yang gak kena corona tiba-tiba dia ke rumah sakit tiba-tiba dibilang corona juga bisa bikin drop kan?

Contoh lainnya : Berita yang bersumber dari "katanya". 

"JAKARTA DARURAT CORONA", 

"JAM MALAM DI JAKARTA" dll dll 

dan yang menyebarkan malah orang Bekasi, Bogor, dll Bukan orang Jakarta asli. Padahal ketika saya confim ke orang-orang yang ada di Jakarta mereka bilang "Corona memag masih ada, tapi Jakarta masih biasa-biasa aja. Beritanya aja yang terlalu berlebihan." Nah, Khan!

Tapi tentunya saya juga gak menyangkal dengan kenaikan penderita yang meningkat, korban yang bertambah, dan lainnya. Cuma sekali lagi : DONT TO MUCH SCARE! Apapun yang terjadi adalah all about your mindset. Emang elu mau hidup dalam ketakutan, anxiety, dll terus-terusan? Jadi mulailah berdamai dengan hati dan pikiran. Kuatkan imun dan iman.

Saya sekali lagi menolak membaca berita yang gak infomatif dan cenderung menakut-nakuti. Saya menolak untuk tertindas dengan berita-berita itu. Saya mau membuat diri saya happy aja. Do what make you happy!

Kalau ada yang bilang : "Halah, ntar kalau lo kena corona, elo bakalan ngerasain sendiri dan gak bakal nulis kek begini."

Jawab aja : "Semua hidup dengan persepsi masing-masing dan Allah mengikuti prasangka hamba-Nya." *kibas poni.

Eh, tapi serius deh, saya lihat penonton EURO 2021 itu hampir sebagian besar gak pake masker. Kok bisa? Apa di negara itu gak ada corona apa corona udah gak mau dateng lagi?

"Mereka kan lockdown nya jalan, pake maskernya juga tertib. Lah, Indonesia gimana? Rakyat nya gimana?"

Loh...loh...loh... Kok jadi nyalahin rakyat? Seharusnya yang disalahin itu pemerintahnya! Mereka yang membuat kebijakan. Rakyat mah tergantung gimana pemerintahnya.

Liat aja sekarang, sekolah ditutup, masjid ditutup, mudik dilarang, tetapi pilkada tetap diadakan dengan masa membludak kagak jaga jarak, lockdown cuma hangat-hangat tokai ayam, bandara tetap dibuka, influencer dibayar pake uang rakyat buat promosi Indonesia, dll. Kalau kayak gini gimana rakyat gak mau esmosi. Tapi, ya rakyat udah males juga kayaknya sama pemerintah.

Akhirnya kita sendiri lah yang harus mengerti dan menjaga tubuh kita. Karena mengandalkan orang lain buat jaga kebersihan, pakai masker, dll gak dapat kita kontrol 100%. Lakukan apa yang kita dapat lakukan dan jika tetap terpapar, you must keep your mind positive!

Jadi stay healthy ya, friends! Terapkan kebiasaan hidup sehat. Makan yang baik dan selalu percaya bahwa kita akan melewati ini semuanya. Keep Fighting!

Terus pemerintah gimana? Udahlah SKIP aja! Udah kayak lawak aja mereka mah. Wkwkwkw....

***

Bekasi, 23rd of June 2021, 14.46

@My office


#Keepwriting #Writingforyourlife #teacherjournal #talk2talk

Monday, June 21, 2021

Values VS Results!

 



"Sebaiknya menggunakan dua device aja, hape dan laptop agar tidak terjadi kecurangan"
"Wah kok bisa ya, anak itu nilainya 100 semua? Padahal khan...."

Obrolan ini beberapa kali sering saya dengar dari rekan-rekan saya. Belajar online menciptakan murid-murid baru yang memiliki nilai yang fantastis padahal selama ini jika belajar tatap muka anak itu memiliki nilai yang pas-pasan bahkan cenderung di bawah KKM.

Saya teringat kejadian beberapa puluh tahun lalu saat Ujian nasional kelulusan SMA. Saya yang waktu itu tercatat sebagai juara umum prodi IPS berhasil dikalahkan oleh seorang teman saya yang ranking di kelas aja kagak. Waktu itu dia menjadi pemilik NEM tertinggi seangkatan. Bayangkan aja NEM nya dia itu rata2 9 koma. Ulala...

Waktu zaman itu memang bocoran merebak luas dan seorang teman sekelas saya sampai minta bantuan saya untuk mengisi soal bocoran itu. Yekaleee.... Saya sempat melihat sekilas soal itu dan ternyata plek ketiplek sama dengan soal yang keluar pada hari H. Teman saya itu kebetulan orang tuanya memiliki percetakan yang mencetak soal UN tersebut! OMG!

Kecewa? Tentu aja. Bagaimana bisa temen yang malas belajar dapat nilai tinggi sedangkan saya nomor kesekiannya. Sempat beredar UN mau diulang, tapi you know lah... Pemerintah Indonesia getooo....

Kemudian hari saya baru tersadar saat ada orang yang berkata pada saya : "Nilai tinggi jika dilakukan dengan cara yang tidak benar tentu tidak ada barokahnya. Suatu yang dimulai dengan kecurangan maka orang tersebut akan terus melakukan kecurangan. Tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang yang curang khan? Tau sendiri kan bagaimana Al-Qur'an menggambarkan orang-orang yang curang."

Saya pribadi saat menjalankan kelas online ini memberikan kepercayaan penuh kepada anak dan orang tua. Jika ulangan harian maupun PTS dan UAS, saya tidak akan ikut campur dengan bagaimana melaksanakannya. Saya hanya menekankan "kejujuran yang utama" karena kita sama sekali tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di seberang laptop, khan? Mau pakai hape atau laptop bersamaan, jika memang value anak itu sudah tidak jujur maka akan menjadi habbit bagi anak itu yang menjadi cerminan dari orang tuanya.

Ada anak yang di real class biasa-biasa aja tapi selama online learning ini nilainya perfect 100 semua. Saya gak bisa berbuat banyak, karena memang yang muncul di result GF saya, anak itu memang menjawab semua pertanyaan dengan benar. Prosesnya? Wallahu'alam bishowab.

Anak yang pintar? Ada yang perfect juga dan ada yang salah satu atau dua nomer.

Paling saat nilai dirilis saya akan mengingatkan pada murid-murid, "Inget ya, kejujuran yang utama. Murid dapat nilai 100 itu udah banyak, tapi murid yang memiliki nilai-nilai kejujuran itu langka." atau pura2 nuduh sambil bercanda.

Saya berusaha memberikan dan mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan kepercayan kepada mereka. Memang saya tidak tahu prosesnya, tapi kan ada Allah yang meihat. Jika mereka yang diberikan kepercayaan lalu melakukan kecurangan, itu bukan kerugian bagi saya itu tetapi problem hidup dia yang terbiasa berbuat curang. Jika ketahuan, akan saya tandai dan jika tidak ketahuan, itu urusan dia sama Allah.

Apalagi yang saya ajarkan anak-anak kecil (SD). Cukup latih dia dengan memberikan kepercayaan dan nilai-nilai kejujuran. Maksa-maksa pake banyak device cuma akan membuat mereka tambah tertekan. Yang kita lihat proses bukan result. Kalau mereka tidak jujur atau menyalahgunakan kepercayaan, biarkan aja. Toh dalam proses itu tidak harus selalu lurus khan? Cukup nasehati mereka jika ketahuan. Itu akan menjadi patokan mereka untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Tapi bagaimana anak-anak kelas 1 atau 2 SD bisa melakukan kecurangan dan tindakan tidak jujur? Mereka meniru! Siapa yang ditiru? ORANG TUA!

Banyak orang tua yang takut anaknya dapat nilai jelek, jadi mereka berusaha mati-matian membantu sang anak agar nilainya tetap bagus. Jika dalam ulangan ada soal yang disalahkan padahal jawabannya sudah dikasih tahu orang tua, alih alih anaknya yang protes, malah orang tuanya yang protes. Sebagian orang mungkin menganggap ini wajar karena mewakili anaknya yang masih kecil dan belum berani. Jutru hal ini, bagi saya, mematikan keberanian dan sikap kritis anak. Orang tua akan berkata "Kok disalahkan sih jawabannya? Sini mama tanya guru kamu!" dengan begini si anak setiap ada permasalahan secara tidak langsung akan membiarkan orang tua nya untuk menyelesaikan masalahnya. Jika dari awal si anak yang disuruh maju untuk bertanya pada gurunya, maka selain melatih keberanian juga akan tertanam nilai : kalo merasa ada yang salah kamu harus menyelesaikan sendiri.

Gw pernah loh diteror orang tua. Di WA berkali-kali dengan kata-kata mengintimidasi seolah dia adalah orang yang paling benar. Sampai bilang "Kalau sampai anak saya depresi bagaimana?" padahal anak itu pernah menulis saya sebagai guru favoritnya. Dalam hati, saya bilang "Iya, depressi gegara punya ortu kek elo!" wkwkwk

Ketika orang tua mulai membantu anak dalam ulangan online atau yang lebih parahnya menyewa orang atau lagi mengerjakan ulangan si anak, maka si anak akan mencontoh apa yang dilakukan si orang tua. Otak mereka akan merekam bahwa "berbuat curang itu gak apa apa loh, orang tua saya aja melakukannya."

Duh, akhirnya terbentuklah mindset pada anak itu yang jika tidak diingatkan dan diluruskan akan terus terbawa dalam karakternya.

Anak-anak pintar tentu tidak akan kesulitan jika mengerjakan ulangan online tanpa didampingi orang tua. Atau jika orang tua yang menemani mereka benar, maka mereka yang menjadi perwakilan dari gurunya untuk mengawasi ulangan. Baik belajar online ataupun offline, orang tua tipe seperti ini akan tetap menekankan nilai-nilai kejujuran dan kerja sendiri. Jadi orang tua adalah kunci.

Saya pernah mendapati teman yang ingin memberikan piagam ala ala buat anak-anak di kelas yang nilainya 100. Terus saya kasih masukan deh : "Belajar online kayak begini jarang yang nilainya murni, ngapain juga ngasih penghargaan nilai tertinggi untuk anak yang belum tentu mengerjakannya dengan jujur. Bisa-bisa mereka menganggap harus mendapatka nilai 100 dengan cara apapun agar bisa mendapat penghargaan."

Salah satu dampak buruk dari sistem reward dan ranking adalah menciptakan anak yang ambisius, bersaing, patah semangat, pendendam dan menghalalkan segala cara untuk menjadi yang terbaik. Di sekolah IHF (Indonesia Heritage Foundation) tempat saya pernah mengikuti pelatihan karakter, menghilangkan sistem ranking dan tidak memberikan hasil ulangan kepada anak-anak. Semua nilai akan dikasih tahu kepada orang tua. Mereka menekankan value bukan result. Mereka membentuk karakter anak sesuai dengan kepribadian Indonesia. Nilai dan lain-lain hanyalah pelengkap saja. Jadi anak-anak benar-benar menikmati proses belajar tanpa penuh tekanan.

Mungkin jika ulangannya dilakukan secara offline di kelas sebagaimana biasanya, boleh-boleh aja memberikan piagam untuk nilai terbaik karena mereka mengerjakan di kelas dan terpantau oleh guru.

Sayangnya sistem pendidkan di Indonesia ya seperti itu. Semua ingin menjadii yang terbaik hingga segala cara dilakukan. Gonta ganti kurikulum sehingga guru dan murid disibukkan dengan teori sampai mabok. Semua tujuannya adalah nilai, nilai dan nilai. Akhlak bobrok? Gak peduli! Maka orang-orang akan berpikir : gak apa-apa bobrok yang penting pintar, yang penting juara, yang penting menang!"

Daaaaan.... lihatlah generasi Z sekarang. Terbiasa mengucapkan kata-kata kasar ataupun jorok serta bertingkah laku nyebelin. Lihat aja di tiktok, bejibun sound dengan kata-kata kotor atau video "artis" dadakan yang gak berisi sama sekali. Lihat juga komentar di akun-akun gossip dari netizen yang bikin gw istighfar. Ya karena tadi, akhlak itu bukan nilai utama. Value itu bukan hal penting.

Kalau udah begini siapa yang salah? Gue? Temen-temen gue? Emak gue?? (kibas rambut ala Cinta di A2DC).

Jadi... ayo jangan terbalik-balik. Bukan "Gak apa-apa akhlak bobrok, gak apa-apa gak jujur, gak apa-apa nyontek, gak apa-apa berbuat curang, yang penting bisa juara kelas, bisa jadi direktur, bisa jadi PNS, bisa masuk PTN, dll dll." Coba diubah dengan : "Nilai tinggi, jabatan tinggi, jadi PNS, masuk PTN favorit, akan kehilangan makna jika dilakukan dengan cara curang dan tidak jujur. Karena berawal dari akhlak yang baiklah maka kehidupan kita akan menjadi baik. Insya Allah."

Tapi paling klo gw ingetin gini biasanya dijawab : "Halah... orang lain juga ngelakuin, bukan gue doang!"

Kalo jawabannya udah begitu, ya udah, terserah lo sama keluarga lo aja! Wkwkwk.
***

Bekasi, 21st of June 2021, 11.20 am
@ My office

#keepwriting #teacherjournal #talk2talk


Monday, June 14, 2021

English 4th Grade Practise : Unit 6 - 9


 Salam Everyone!


Here's a link for you to practise english preparation for Final Test.

You just click this link below :


SOAL LATIHAN ENGLISH 4TH GRADE


You don't have to print it out, just write the answers on your book!

Goodluck everyone!


Translate :

Berikut adalah link latihan PAT Bahasa Inggris. Tidak perlu diprin (jika tidak ada printer) tetapi cukup tulis jawaban soalnya di buku tulis.


TIDAK PERLU DIKUMPULKAN ATAU LAPORAN VIA WA.


Thank you so much!


Mr. Yass Ferguson