Monday, May 21, 2018

English Final Test Exercise : For Grade 2 and 5 (Free downloadable materials)




Salam kiddos and Parents,

May Allah showers us with His Mercy.


2nd Grade

1. Berikut adalah link online exercise kelas 2 : http://www.quizbean.com/r/5b001166c18f8

2. Untuk mengetahui caranya, silahkan klik : langkah pengerjaannya

3. Untuk mendownload soal Ulangan Harian Unit 6 sampai Unit 9 silahkan klik link di bawah ini :

- Unit 6

- Unit 7

- Unit 8

- Unit 9


5th Grade

1. Berikut adalah link online excercise kelas 5 : http://www.quizbean.com/r/5b02702f0a6ae

2. Untuk mengetahui caranya, silahkan klik : Langkah Pengerjaannya

3. Untuk mendownload soal Ulangan Harian Unit 6 sampai Unit 9 silahkan klik link di bawah ini :

- Unit 6

- Unit 7

- Unit 8

- Unit 9

- Penjelasan Materi / Kisi-kisi


Selamat mengerjakan! Semoga berhasil dan naik kelas! Already miss you kiddos!


Salam,


Mr. Yass Ferguson


Thursday, May 10, 2018

Movie Review 212 The Power Of Love : Sepotong Kisah Cinta Di Balik Aksi Super Damai




Hari Selasa, 1 Mei 2018, saya berkesempatan untuk menonton pertama kalinya film “212 Cinta Menggerakkan Segala” sebuah film layar lebar perdana dari Jastis Arimba. Sekedar catatan, Jastis pernah memenangi Eagle Award dan sering membuat film-film dokumenter.

Menilik beberapa bulan sebelumnya, saat menonton trailer filmnya saja saya sudah mbrebes mili dan makin penasaran ini filmnya bakal seperti apa. Kemudian ditambah lagi dengan membaca bukunya yang baru terbit saat IBF kemarin. Baru baca halaman awalnya saja saya sudah mengaru biru. Untuk review bukunya sendiri nanti saya tulis secara terpisah ya!

Kembali lagi ke kisah saya, eh kisah tentang filmnya (hehehe). Awalnya saya datang di Gala Premier hanya untuk bantu-bantu Mbak Ika dan Bunda Helvy Tiana Rosa. Namun pada show kedua saya “dipaksa” masuk untuk menonton film ini. Inginnya sih menonton saat tanggal 9 Mei nanti agar ada element of surprise nya. Nyatanya rasa penasaran saya malah memaksa saya untuk masuk ke studio 2 Epicentrum XXI.

Karena saya sudah membaca bukunya, maka saya tidak mau berekspetasi terlalu tinggi dengan film ini. Saya tahu, apa yang ada di novel tidak mungkin semuanya akan dituangkan dalam film. Dan saya lupa deh bawa tissu…hahaha…


Film dibuka dengan wajah sangar Adin (diperankan oleh Abdul Hakim) yang bergegas masuk ke dalam sebuah kantor media bernama Republik. Kita kemudian berkenalan dengan beberapa tokoh yang lain, Rahmat (si plontos yang hatinya kaku bagaikan kanebo kering. Lol), Rara (si gadis tomboi yang super cuek) dan Pak Bos (yang kurang berwibawa). Cerita lalu mengalir pada perdebatan untuk menerbitkan headline utama Majalah Republik. Rahmat si jurnalis terkenal lulusan Harvard yang bersikap liberal dan menyudutkan Islam lewat tulisannya, ditentang oleh teman-temannya yang lain termasuk oleh Pak Bos. Lewat tulisan sebelumnya yang anti Islam, Rahmat sebenarnya sudah mendapatkan banyak surat ancaman.

Kemudian scene beralih ke wilayah Ciamis, saat Rahmat terpaksa harus pulang karena suatu hal yang tidak bisa dia tidak hadiri. Di situlah Rahmat bertemu kembali dengan Kiai Zainal, seorang kiai termuka di Ciamis sekaligus ayahnya. Konflik pun bermula, ketika Kiai yang diketahui sedang sakit itu memaksa untuk bergabung dengan kafilah Ciamis untuk berjalan kaki ke Jakarta guna menghadiri aksi 212. Segalanya pun terkuak, tentang masa lalu Rahmat dan kenapa dia bisa sampai seperti sekarang. Di sini pulalah kita akan berkenalan dengan sosok Yasna (diperankan oleh Meyda Sefira), seorang muslimah yang cantik yang membuat Rahmat dan Adin terpana oleh kecantikan sekaligus kelembutan hatinya. Ada pula tokoh Abrar (diperankan oleh Hamas Syahid), adik Yasna, yang berdarah muda sekaligus mencurigai Rahmat yang dianggapnya akan melakukan tindakan provokatif. Ada pula Bi Nurul (diperankan dengan ciamik oleh Asma Nadia), bibi dari Yasna dan Abrar.

Rahmat pun mencoba untuk mencegah abahnya ikut “aksi gila” ini tetapi berkali-kali ajakan Rahmat ditolak Kiai Zainal. Hingga akhirnya Rahmat mengikuti abahnya dan di aksi 212 inilah akhirnya Rahmat mendapatkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Kira-kira sesuatu itu apa ya? Dan apakah hubungan Rahmat dan Kiai Zainal bisa membaik atau malah Rahmat akan menyesal kehilangan ayahnya? Nah, jawabannya bisa kamu saksikan di bioskop-bioskop terdekat (link bioskopnya nanti saya sertain di bawah ya!).


Jujur aja dari awal nonton film ini getaran aksi 212 nya udah kerasa banget. Film ini mengalir dengan lancar dengan konflik yang sederhana namun mencerahkan. Ditambah lagi dengan adanya footage-footage aksi 212 yang bikin tambah merinding disko. Berikut saya akan tulis kelebihan dan kekurangan dari film ini.



KELEBIHAN

1. Memory oh memory

Menonton film ini kita benar-benar dibawa pada peristiwa 2 tahun silam, di mana semua umat Islam (dan non Islam) berkumpul untuk melakukan aksi penistaan terhadap Al-Quran yang dilakukan oleh gubernur pada masa itu. Aura 212 nya sudah terasa ketika memasuki bioskop dengan penonton berpakaian putih-putih (#putihkanbioskop). Kemudian saat scene beralih dengan latar belakang aksi 212 dengan segala keistimewaannya, makanan yang dibagikan gratis, sampah yang dipunguti secara sukarela, dan non muslim yang ingin menikah dijaga dengan baik, itu langsung bener-bener bikin air mata susah berhenti. Apalagi pas adegan sholat di tengah hujan, itu bener-bener deh bikin hati gak tenang. Hahaha… Pokoknya nonton film ini kita dikembalikan kembali akan memori Aksi Bela Islam 3.

2. Cerita yang sederhana dan mengalir lancar

Dalam film ini kisah yang diketengahkan bukanlah aksi itu sendiri, tetapi bagaimana aksi ini telah membuka mata hati seseorang untuk bergerak karena cinta. Dan banyak orang yang akhirnya menemukan”cinta” mereka kembali pada aksi ini. Kisah Rahmat dan ayahnya yang penuh konflik berhasil diceritakan dengan lancar tanpa banyak adegan-adegan yang tidak perlu. Tambahan tokoh Adin, Rara, Yasna dan Abrar mempunyai perannya sendiri-sendiri yang tidak menganggu cerita utama. Semuanya saling mendukung sehingga membuat film ini menjadi semakin utuh. Hingga akhirnya tidak terasa film sudah mencapai ujungnya. Pengennya sih filmnya terus main sampai bioskop tutup. Hahaha.


3. Sinematografi yang bagus

Sebagai karya layar lebar pertama dari Jastis Arimba, beliau mampu membuat film dengan biaya sederhana ini menjadi layak untuk dihadirkan di bioskop. Sebagaimana yang sering saya saksikan, banyak film layar lebar yang kualitasnya adalah untuk sinetron tapi dipaksakan masuk bioskop (termasuk film sequel horror legendaris yang baru-baru ini tayang). Tapi film 212 ini dari sudut pengambilan gambar, cerita, dan sinematografinya benar-benar layak untuk masuk bioskop. Percaya deh, gak bakalan rugi ngeluarin uang 30-50 ribu untuk nonton film ini. Selain mendapatkan pencerahan, kita juga disajikan dengan gambar-gambar yang ciamik.


4. Akting yang natural dan cameo yang banyak.

Awal saya kenal Fauzi Baadilla adalah saat beliau berperan di film fenomenal “Mengejar Matahari”. Setelah itu saya bukanlah fans dari FB. Sampai kemudian timbul simpati saat beliau mulai secara intens bersentuhan dengan Islam yang kemudian diikuti oleh artis-artis yang lain. Namun, sesudah film ini saya langsung dan bakalan jadi big fans nya Bang Oji! Aktingnya natural dan nyebelin banget! Sikapnya yang apatis bener-bener bikin gregetan buat ditonjok. Hahaha. Apalagi saat scene dia menutup nasihat dari Bi Nurul dengan ucapan “omong kosong”, itu benar-benar kerasa banget liberalnya. Penampilan Abdul Hakim sebagai Adin juga baik. Karakter Adin lah yang akhirnya membuat film menjadi “festive” karena celetukan-celetukan beliau yang mengundang tawa penonton. Kesan rambut gondrong ditambah bewok penuh kesangaran menjadi lebih humanis.

Pemeran Kiai Zainal pun berakting dengan sangat baik sebagai ayah sekaligus kiai ternama. Aktingnya lagi-lagi ditampilkan secara natural. Meyda Safira sudah tidak perlu diragukan lagi aktingnya. Penampilannya sebagai Yasna yang sholehah dan lembut melekat kuat pada karakter Meyda yang sesungguhnya. Cameo yang hadir pun semakin memperkuat karakter-karakter dalam film ini. Jadi semakin memperkuat bahwa film ini bukan kelas “sinetron” melainkan memang layaknya film. Salah satu akting yang mencuri perhatian saya adalah akting dari Bunda Asma Nadia, yang sejak kemunculan pertamanya di “Duka Sedalam Cinta” kemampuan akting beliau menjadi semakin prima walaupun peran yang dimainkan beliau hanya sekejap saja.

5. Scene Ciamis yang bikin gerimis

Pada saat scene perjalanan dari Ciamis menuju Jakarta lagi-lagi bikin merinding. Ditambah dengan narasi yang menceritakan banyak orang-orang yang berusaha untuk membantu para mujahid long march ini, semakin deh getaran tangisnya menjadi-jadi. Beneran deh, scene ini bikin kita jadi tahu kalau dalam perjalanan mereka itu banyak hal besar yang harus mereka kesampingkan. Semuanya mereka lakukan demi cinta, dan cinta pula yang menggerakkan mereka menuju Jakarta dengan kondisi yang berdarah-darah. Dari scene ini aja sudah semakin menjauhkan dari paranoia bahwa aksi ini penuh muatan politik. Nyatanya, para kiai dan santri yang berangkat semuanya dikarenakan kecintaan kepada Al-Qur’an. Quote terdahsyatnya adalah : Hari ini kita membela Al-Qur’an, maka nanti di alam kubur Al Quran yang akan membela kita. Ya ampun langsung deh saya merinding disko.

6. Soundtrack yang menawan

Awalnya saya mengira soundtrack yang mengalun di Epicentrum ini adalah lagu dari Iwan Fals. Agak sempat BT karena sebelumnya XXI sedang memutar lagu-lagu Celine Dion. Tapi lirik yang terdengar kok gak Iwan Fals banget ya? Malah lirik nya sederhana namun puitis. Akhirnya diketahui bahwa “Doa di Busur Hujan” yang dibawakan Pagi Hati adalah OST dari 212 CMS. Serius suara vokalisnya Pagi Hati ini mirip banget sama suaranya Iwan Fals! Musiknya yang “merakyat” banget ini saat disatukan dengan sebuah scene bener-bener (lagi-lagi) bikin mellow. Bagi saya OST yang disajikan ini menawan dan tepat. Lagunya enak saat didengarkan pada saat hati sedang galau. Hehehe.


Itu adalah sebagian kelebihan dari film ini. Bagaimana dengan kekurangannya? Karena saya sibuk menghapus air mata sepanjang film berlangsung maka saya tidak terlalu “ngeh” dengan kekurangannya (hehehe…). Tapi ada beberapa catatan tentang kekurangan film ini. Yuk, disimak.



KEKURANGAN

1. Scene 212 yang kurang porsinya

Karena saya menonton di gelombang kedua, maka saya sempat bertanya pada teman saya hal apa yang kurang dari film ini. Beliau menjawab scene aksi 212 kurang dieksplor secara full. Karena bagi dia nama “212” dianggap akan menggambarkan tentang aksi 212 yang heroik itu. Nyatanya aksi ini muncul belakangan. Tidak salah juga dia beranggapan seperti itu sih. Tapi kalau membayangkan film ini full utuh tentang aksi 212 kalian bakalan kecewa deh. Film ini adalah kisah yang terjadi dengan latar belakang aksi 212. Ceritanya sangat worth it dan yang pasti menyentuh banget!


2. Bioskop yang menayangkan sedikit

Sayangnya lagi-lagi film positif ini (dan jauh dari kepentingan politis) tidak diapresiasi dengan baik. Pada rilis nama-nama bioskop yang menayangkan film ini, hanya terbatas XXI, CVG dan Cinemaxx tertentu saja. Padahal jika dibandingkan dengan film-film yang jauh dari nilai positif (semacam film hantu, pergaulan bebas, dll), film ini layak banget untuk ditonton. Mungkin kedepannya pihak bioskop bisa meninjau ulang kembali untuk menayangkan film-film dengan content positif lebih banyak. Sayang aja, nilai-nilai kebaikan yang ada di film ini terkalahkan dengan sikap menye-menye, alay, dari film-film yang justru gak sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan.

Ya udah, sekarang kita kasih nilai untuk film ini :


Akting 9/10
Skenario 9/10
Cinematografi 9/10
Overall 9/10



Mungkin ini saja review yang bisa saya tulis. Yang pasti film ini jauh dari muatan politis dan bisa ditonton oleh semua kalangan dan agama manapun. Kita pun yang alumni maupun bukan alumni 212 sebisa mungkin mendukung film bagus ini. Paling tidak jika kita tidak bisa mendukung, janganlah sampai membencinya atau malah melakukan fitnah. Karena bagi saya sebagai seorang pengajar, film-film bermuatan positif seperti ini harus didukung untuk mengalahkan film-film yang mendangkalkan akidah. Intinya, hayooo kita nonton film 212 The Power Of Love!***(yas) 




Jakarta, 10th of May 2018
08.16 am @myroom
Semoga sukses!




Ketika Mas Gagah menjadi Abrar

Launching di Epicentrum

Tonton filmnya, baca bukunya.

Ketemu Mbak Yasna yang asli maupun gak tetep sholehah


Ketemu Bang Benny penulis bukunya.

Mejeng dulu ya...

Ketemu Hagrid eh Addin

Foto yang disirikin banyak murid-murid saya

Helviers dimanapun dan kapanpun selalu mendukung bunda Helvy

Helviers dong yang selalu dukung. Walaupun cuma jadi tim hore.

Ketemu Pemeran Kiai Zainal yang udah kayak bokap sendiri

Cuma berani ngasih bunga ke bunda aja.... wkwkwk