Monday, March 19, 2018

The End Of A Journey (Part 1)


Deep meaning of My journey

“Jika hatimu lelah dengan rutinitas kehidupan, ambilah jeda barang sebentar. Lalu nikmati hari-harimu dengan apapun yang ingin kau lakukan. Lakukan apa yang kau mau dan jangan biarkan orang lain merampas kebahagiaanmu,”


Ahhhhh… Saya lelah! Bukan hanya lelah fisik, tetapi juga lelah secara batin. Banyak hal yang belum bisa lakukan. Banyak orang yang belum bisa bantu. Banyak murid bermasalah yang belum bisa saya tangani. Banyak kewajiban yang belum bisa saya jalankan.

Lalu sepertinya sekejap kemudian beban itu menjadi bertambah berat dengan adanya omongan-omongan tidak sedap pada setiap hal yang menyangkut diri saya. Tidakkah mereka bisa membiarkan saya menjadi apa adanya tanpa perlu berpura-pura?


“Kapanpun dan dimanapun, akan datang orang-orang yang ingin selalu menjatuhkanmu, Yass. Tak peduli betapa pun sempurnanya dirimu. Mereka akan selalu hadir untuk menghancurkan kepercayaan dirimu dan melukai perasaanmu. Lalu ketika apa yang mereka inginkan sudah terlaksana maka mereka akan pergi dan mencari korban lainnya,”



Lalu bagaimana jika Saya kalah dan mereka menang?


“Jika kau memilih untuk kalah, maka tujuan mereka tercapai. Tinggal kau yang akan mengais lukamu sendiri. Padahal bisa saja kau menolak untuk kalah dan memenangkan pertandingan,”




Ahhhh… Saya seperti jatuh tersungkur. Semua hal yang menjadi beban di hati langsung saja saya tumpahkan pada Allah, agar Dia memberikan saya kekuatan. Bukankah Dia yang Maha Kuat? Lalu darimana kekuatan itu berasal, jika bukan dari Dia?

Untuk mereka yang berusaha menjatuhkanmu dan melukai hari-harimu? Saya percaya Allah akan membayarnya dengan kontan sesuai dengan berapa banyak usaha yang mereka lakukan untuk menjatuhkan orang itu.

Rasanya ingin terus berpikir positif, namun adakalanya pikiran negatif mengambil alih.

Jadilah saya memutuskan untuk melangkahkan kaki saya menuju suatu tempat, tidak jauh, Wonosobo Jawa Tengah. Ke Dieng tepatnya. Semuanya tidak direncanakan. Itenary pun dibuat 2 jam sebelum keberangkatan. Itupun hanya garis besarnya saja. Tiket, penginapan, dll tidak ada yang dibooking, biar semua dilakukan secara on the spot.

Perjalanan ini seperti membawa kenikmatan sendiri bagi saya. Menempuh perjalanan Bekasi – Wonosobo kurang lebih 9 jam (yang nyaris saja gagal berangkat), saya berusaha menikmatinya. Bertemu dengan seorang Ibu yang asli Wonosobo namun bekerja di Jakarta. Lalu kami mengobrol ngalor ngidul. Ah, serius, kalau bertemu dengan “ibu-ibu” bawaannya saya ingin mencium tangannya saja, lalu menangis mengenang Ibu saya.

Menuju Dieng pun saya menikmati perjalanan di mikrobis bertemu dengan ibu dan bapak petani dengan gembolan besarnya, atau keranjang sayurnya. Walaupun saya tidak paham Bahasa Jawa namun saya berusaha untuk menikmati guyonan-guyonan mereka. Saat saya terlihat pucat karena jalanan yang berkelok-kelok dan sopir yang mengerem mobil dnegan tidak baik, maka seorang Ibu memberikan saya permen.

Ketika sampai di Dieng, saya berjalan kaki menyusuri banyak rumah dan tempat homestay hingga saya menemukan satu tempat yang menurut saya sangat nyaman. Walaupun hanya sebuah hostel dengan 4 bunk bed, namun pada kenyataannya saya berada di kamar sendiri. Saya menikmati sendirian di kamar. Menulis buku diary, tilawah, mendengarkan musik ataupun tidur berselimut tebal untuk menahan dingin udara Dieng.

Mengelilingi Dieng pun saya ditemani oleh Mas Udin, seorang sopir mobil yang katanya baru pertama kali ini mengantar pakai motor. Dia juga yang mengambil foto-foto untuk saya di beberapa tempat. Jadilah, sebagai sopir ojek beliau merangkap sebagai fotografer saya. Hehehe… Tidak banyak tempat yang saya ingin datangi, yang terpenting saya bahagia dan senang berada di tempat itu. Bahkan ketika menanjak menuju Batu Pandang (spot tertinggi untuk melihat Dieng), saya menambahkan rasa syukur pada berat badan saya yang belakangan ini terus menyusut. Walaupun medannya tinggi, hujan deras, dan nafas yang terengah-engah karena menahan dingin, tetapi tubuh kurus saya mampu membawa saya ke atas bukit itu. Tidak terbayangkan jika tubuh saya masih gemuk, mungkin saya akan menyerah terlebih dahulu sebelum sampai puncaknya. Alhamdulillah, datangnya masalah dari murid-murid yang membuat saya malas makan membuat tubuh saya kehilangan beberapa kilo. 

Di balik foto yang bagus ada usaha yang bagus pula


Saat bangun jam 4 pagi, menuju Golden Sunrise Sikunir pun, lagi-lagi saya merasa bersyukur. Tidak terbayangkan jika perjalanan saya ini bukan tentang masalah menemukan semangat saya lagi, maka mungkin saya akan lebih memilih bergumul dengan selimut untuk menghalau dinginnya udara Dieng.

Sesampainya di Bukit Sikunir pun, ketika semua orang terlena dengan foto-foto dan memanfaatkan alam untuk membuat foto menjadi lebih bagus, saya lebih senang memutar musik lewat headphone lalu merenungi tentang ciptaan Allah yang berupa Matahari yang sebelum muncul didahului dengan garis horison. Lalu ketika matahari itu muncul perlahan, ketika orang-orang semakin heboh dengan foto-fotonya, maka saya malah menangis. Menangis untuk kesempatan menikmati Sunrise yang di Jakarta tidak bisa dapatkan. Lalu menangis ketika mengingat, bahwa suatu hari sinar itu akan punah dan matahari tidak akan muncul lagi. Allah, Engkaulah yang menciptakan apa yang ada menjadi tiada. 

Sunrise di Sikunir


Saya sungguh menikmati perjalanan saya kali ini. Berinteraksi dengan orang lain dan menjalankan apa yang ingin saya jalankan. Tidak terikat dengan dengan itenary yang super detail ataupun “mewajibkan” diri ke spot-spot tertentu. Saya hanya menikmati setiap langkah yang saya lakukan dan menikmati sapaan-sapaan dari setiap orang yang berinteraksi dengan saya. Bahkan saya yang biasanya super rempong untuk urusan kenyamanan, mencoba menerima apa yang saya dapatkan. Jika yang saya dapatkan tidak sesuai dengan yang saya harapkan, maka saya berusaha untuk membuatnya menjadi nyaman. Jika yang saya dapatkan tidak sesuai dengan keinginan saya, maka alih-alih meluapkan emosi, saya hanya berusaha untuk mengambil nafas panjang dan berbisik “Lord knows what’s best for you!”.
“I start my journey when You forgive me
I swear my whole world stops.
You are in my heart and, I’m so glad that its fine
You are One truly kind…”



-With You, Raef-

Semakin saya yakin kalau Allah menginginkan saya berjalan di muka bumi, selain untuk mengenal ciptaan-Nya, juga agar saya semakin menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Lalu, bersyukur untuk yang saya dapatkan setiap harinya. Ketimbang membandingkan kehidupan saya dengan orang lain, Allah menginkan saya untuk menerima apa adanya apa yang sudah menjadi catatan rizki saya. Sehingga syukur yang saya lakukan akan membuat nikmat-Nya bertambah. Allah, adakah ketenangan yang kudapatkan selain dari diri-Mu?


Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu"

QS. Al – An’am ayat 11


Maka saya memutuskan untuk bahagia. Saya memutuskan untuk menikmati hari-hari saya. Saya memutuskan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar saya. Saya memutuskan untuk menjalankan hidup ini dengan sebaik-baiknya. I only live once! Maka jika sudah tiba akhir perjalanan hidup saya, maka saya tidak akan menyesali apapun. Menumbuhkan cinta dalam hati lalu memberikan yang terbaik bagi semua orang adalah perbuatan terpuji yang sering dilakukan oleh

Rasulullah SAW. Lalu bagaimana sikap kita dengan orang-orang nyinyir yang suka mencela? Biarkan mereka mencela dan nyinyir jika bisa membuat mereka bahagia. Biarkan apa yang mereka lakukan itu sebagai pembelajaran dan menjadikan kita lebih kuat. No words can’t bring me down!


Your heart is too heavy from things you carry a long time,
You been up you been down, tired and you don't know why,
But you're never gonna go back, you only live one life
Let go, let go, let go


-Live Like A Warrior, Matisyahu-

Sesungguhnya hidup hanya sekejap mata saja, maka jika kita tidak menikmatinya maka sungguh terasa sia-sia. Kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan yang akan berhenti pada suatu titik bernama kematian. Berdoalah untuk kematian yang damai, tenang dan khusnul khotimah. Insya Allah***(yas)





Yogyakarta, 19th of March 2018 
@Balai Kopi Jogokarian, 17.02 
Kangen dan rindu semoga cepat berlalu.





Motto Buya Hamka yang saya temui di sebuah kedai kopi


Menikmati pemandangan dari atas setelah bersusah payah menanjak

Saturday, March 10, 2018

Movie Review : Lara Croft yang Lebih Manusiawi (Spoiler Alert)





Awal maret ini muncul lagi film yang merupakan reboot dari film sebelumnya pada tahun 2001 yang dibintangi oleh Angelina Jolie, Tomb Raider. Film ini berdasarkan dari sebuah game dengan nama yang sama di mana menokohkan seorang gadis muda kaya dan jago beraksi bernama Lara Croft. Film kali ini namun memiliki plot dan bintang-bintang yang berbeda. Inti ceritanya tetap sama, memburu makam kuno. Alicia Vikander (yang pernah berperan sebagai Gerda pada salah satu film nominasi oscar Danish Girl) didampuk sebagai Lara Croft versi baru ini. Dia berada dibawah bayang-bayang nama besar Angelina Jolie yang sukses dengan 2 film Tomb raider sebelumnya.


Kisah Tomb Raider kali ini menceritakan misi Lara untuk mencari ayahnya yang tak diketahui  keberadaannya setelah melakukan ekspedisi ke sebuah Pulau di Jepang guna menemukan makam kuno seorang Ratu Himiko. Dalam ekspedisinya itu ayah Lara, Richard Croft dinyatakan hilang setelah selama 5 tahun. Lara yang memutuskan untuk hidup sendiri dan jauh dari kekayaan orang tuanya menyimpan harapan bahwa ayahnya masih hidup. Anna Miller, tangan kanan ayahnya di Croft Company, meminta Lara untuk menandatangani surat kematian ayahnya agar Lara dapat memiliki semua harta kekayaan ayahnya. Namun Lara belum bersedia menandatangani berkas kematian itu, hingga suatu hari dia memutuskan untuk menerima kematian ayahnya sebagai takdir. 


Namun pada saat ingin menandangani surat itu, pengacara ayahnya memberikan sebuah pizzle Jepang yang mengungkapkan rahasia tersembunyi. Dari situlah kemudian Lara menemukan tempat di mana terungkap sebuah rahasia kemana ayahnya pergi dan misi apa yang dibawa ayahnya. Berbekal dengan menjual kalung peninggalan ayahnya Lara memulai ekspedisi mencari ayahnya. Tujuan  pertamanya ke Hongkong untuk bertemu dengan seorang pria bernama Lu Ren yang diyakininya telah tahu di mana keberadaan ayahnya. Lu Ren yang sekarang ternyata adalah anak dari Lu Ren yang menemani ayah Lara ke sebuah Pulau tak berpenghuni. Petualangan keduanya pun dimulai.


Setelah perahu mereka hancur dihantam badai, Lara terdampar di sebuah pulau dan diselamatkan oleh Mathias Vogel, seorang peneliti juga. Kemudian diketahui bahwa Vogel juga sedang mencari makam Ratu Himiko dan berkat catatan ayah Lara yang ditemukannya saat Lara pingsan, dia mengetahui di mana makam itu berada. Vogel menginginkan untuk membangunkan Ratu Himiko yang jahat itu untuk dimanfaatkan melakukan genosida. 

Sejarah Ratu Himiko sendiri adalah konon dia adalah ratu yang jahat dan berambisi, bilamana seseorang menyentuh tangannya maka akan mendapatkan kematian. Kemudian para jenderalnya berkhianat dan menguburnya hidup-hidup di sebuah tempat yang ditemukan oleh Ayah Lara.


Lara kemudian dijadikan budak oleh Vogel, namun dia berhasil melarikan diri berkat pertolongan Lu Ren. Kemudian dia memulai aksinya untuk menyelamatkan Lu Ren sekaligus mencoba menggagalkan usaha Vogel untuk membangunkan Ratu Himiko.

Untuk kelanjutan ceritanya nonton sendiri aja ya… hehehe..

**
Reboot film kali ini saya benar-benar terhibur dan puas serta sangat merekomendasikan untuk ditonton. Berbeda dengan film-film superhero sebelumnya produksi Marvel ataupun DC, yang pada bagian permulaan selalu bikin ngantuk ditambah joke-joke nya yang garing, film Tomb Raider kali ini langsung menceritakan inti permasalahannya tanpa perlu dijelaskan panjang lebar latar belakangnya. Tokoh Lara kali ini pun digambarkan sangat humanis, orang yang kesulitan secara ekonomi dan tidak terlalu "super" banget.


Jika tokoh Lara yang diperankan oleh Angelina Jolie memiliki karakter yang kuat, tangguh dan kaya raya, tokoh Lara versi Alicia Vikander ini digambarkan sebagai pribadi yang ceroboh, labil dan manusiawi. Berkali-kali Lara harus melawan dirinya sendiri untuk mengambil suatu keputusan. Bahkan ketika dia bertarung dengan musuh, Lara tidak langsung berhasil, melainkan harus babak belur dulu. Dia pun terluka ketika terjatuh dari parasut dan menangis layaknya manusia biasa (tapi memang sih Lara ini digambarkan sebagai manusia biasa). Belum lagi sifat manusiawinya semakin muncul saat beliau bertemu dengan ayahnya (upss.. spoiler). Lara benar-benar digambarkan bukan seorang superhero.


Tetapi penggambaran Lara yang seperti ini membuat cerita menjadi menarik. Penonton berkali-kali seolah diajak untuk merasakan bagaimana perasaan Lara dan ketegangan yang dihadapinya. Lara bukan lagi sosok super yang bisa mengalahkan musuh-musuhnya sekali pukul namun dia harus berjuang sekuat tenaga. Dia juga seringkali dihadapkan pada dilema yang harus diputuskannya dengan cepat.


Plot film ini juga menarik dan tidak berbelit-belit. Tidak perlu juga membuat penonton berkerut kening memikirkan penjelasan yang memakan durasi film. Penulis cerita berhasil meramu plot film ini menjadi simpel dan tidak berbelit-belit. Tujuannya adalah menemukan makam kuno Ratu Himiko. Sekilas memang mirip cerita tokoh Ahmanet dalam film The Mummy, namun sang penulis memberikan twist yang tidak diduga-duga. Endingnya pun terbuka sehingga menungkinkan untuk membual sequel dari film ini.


Untuk sinematografinya pun sangat memanjakan mata. Gambar-gambar klasik yang diikuti dengan beberapa gambar modern menjadikan film berdurasi 2 jam ini menjadi tidak bosan untuk ditonton. Walaupun akhir ceritanya tetap saja klasik dan tertebak tetapi menonton film ini dari awal sampai akhir sangat tidak membosankan. Joke-joke garing pun dihindari agar durasi film tidak terlalu panjang.

Khusu penampilan Alicia Vikander saya patut memberikan acungan jempol. Dia bisa terlepas dari bayang-bayang besra nama Angelina Jolie. Bahkan kekuatan aktingnya bisa menyandingi nama besar Angelina Jolie yang identik dengan sosok Lara Croft. Kekuatan akting nya ini pula yang membuat film ini menjadi semakin hidup. Tetapi dalam beberapa adegan, sosok Lara yang membawa panah dan busur jadi membuat mirip dengan sosok Katniss. Adegan khas Lara dengan dua pistolnya belum muncul di film kali ini.

Berikut adalah nilai untuk film ini :


Akting 8 / 10 (Khusus Allicia Vikander 9/10)
Skenario 8/10
Cinematografi 9/10
Overall 8.5/10


Bagi para penggemar film petualangan, saya sangat merekomendasikan film ini. Salah satu faktornya adalah film ini tak membuat ngantuk dari awal sampai akhir. Setelah dibombardir dengan film-film superhero yang bikin ngantuk di awal-awal cerita (kecuali Black panther) hadirnya Lara Croft sangat mengagumkan. Film ini juga sekaligus pembuktian Allicia Vikander dari seorang tokoh drama menjadi tokoh aksi. Sifat manusiawi Lara yang ditonjolkan dalam film ini menjadikan film ini terhindar dari stereotype film aksi sejenis. Memang seharusnya tokoh jagoan semanusiawi Lara Croft ini. Eh, tapi emang dia bukan seorang superhero deh tapi manusia biasa, jadi wajarlah ya kalau dia bersifat humanis. Lol***(yas)




Jakarta, 10th March 2018
20.47 @Carl's Jr Buaran