Sunday, November 12, 2017

Push My Limit (Menaklukkan Tantangan) Part 1

 
write on the sand



“You can conquer almost any fear if you will only make up your mind to do so. For remember this, fear doesn’t exist anywhere except in the mind.”
*Dale Carnegie*


Ngelakuin apa yang saya takutkan? Hiii… ogaaahhh!!!

Paling gak kalau hal yang menakutkan itu ditawarkan pada saya, mesti mikir ribuan kali untuk memutuskan ikut apa gak. Kalaupun must decide in a short time, mikir lagi untungnya apa dan ruginya apa, bahaya apa gak, dan kira-kira ini berguna apa gak. Hahaha… jadi banyak mikirnya deh… ujung-ujungnya udah bisa dibaca kalo akhirnya saya mengalah dengan keadaan.

Semua pertimbangan itu pada dasarnya adalah mengetahui di mana limit saya berada dan saya cenderung malas mendobrak limit yang sudah saya tetapkan. Misal, limit saya adalah kalau mau berenang hanya cukup di kolam seukuran 1.5 meter dan jika ada yang mengajak saya untuk ke kolam ukuran 2 meter maka menurut saya itu udah melewati limit saya. Untuk hal seperti ini maka saya perlu melihat apakah push my limit itu safe apa gak. Jika ada orang yang akan bertanggung jawab untuk menjaga saya di kolam itu, atau saya bisa menggunakan pelampung di dalam kolam itu. Jika saya menilai cukup safe maka saya akan berusaha mencoba, walaupun tetep aja mikir 17x.

Namun ada beberapa cerita yang membuat saya memutuskan untuk melewati limit saya tersebut. Seperti yang saya sebutkan tadi, pastinya setelah dibujuk-bujuk dengan berbagai macam cara dan jaminan “everything will be OK!”. Akhirnya mau deh…

Moment pertama yang membuat saya push my limit saya adalah saat saya diajak untuk naik Banana Boat di pantai Carita. Entah bagaimana ceritanya, pada saat liburan bareng temen-temen itu, salah seorang teman saya kepengen banget naik Banana Boat (Damn!). Setelah dia mengajak beberapa orang, maka seat banana boat tertinggal 1 dan dia langsung mengincar saya. Udah pasti langsung saya tolak mati-matian. Secara berenang aja saya gak bisa, ini udah mau nyemplung di laut. Gak kebayang deh gimana saya nantinya…hahaha…

Tapi teman saya itu (sebut saja si Mawar, hehehe) terus memaksa dan memberikan jaminan serta bujukan-bujukan manis pada saya. “Gapapa kok, Yas, kan pakai pelampung, gak bakalan tenggelam. Nanti pokoknya ente, ane selamatin duluan deh pas Banana Boat nya terbalik,”


Perahu tanpa banan nya yang puas banget ngerjain saya dkk

Abis naik banana boat malah ketagihan main di laut. Lol

Entah bagaimana, akhirnya saya terbujuk juga kata-kata manis itu. Didesak rasa penasaran saya juga sih sebenarnya. Tapi dengan adanya jaminan-jaminan itu, saya akhirnya memutuskan, “let’s try!”

Saya langsung memilih pelampung yang paling bagus, minta posisi duduk yang strategis, dan berkali-kali bilang pada si abang, “Bang, nanti kalau mau dibalikkan jangan lupa bilang-bilang ya!” hahahah… Pokoknya memastikan semua harus safe. Tapi tetap aja, saat sudah duduk di atas plastik berbentuk pisang itu berkali-kali saya minta TURUN! Hahaha… Namun setelah final conviction dari teman saya, udah deh saya Bismillah aja…

Dan eng ing eng…. Ban pisang itu pun melaju di atas air laut carita. Adrenalin bergemuruh kencang disertai rasa antara takut dan senang. Kemudian saat yang bikin deg deg an banget adalah saat pengemudi kapal boat yang menarik ban pisang itu menghentikan mesinnya dan berbelok tajam yang menyebabkan ban pisang terbalik! Byuuurrr!! Kami semua yang berada di atas ban pisang itu terjatuh ke laut. Pastinya saya panik banget! Tubuh saya seketika tenggelam di laut untuk kemudian menyembul kembali karena ban pelampung yang menempel di tubuh saya. Teman yang tadi berjanji pada saya itu langsung heboh, “Yas, mana, Yas??” Pada saat saya menyembul ke permukaan laut dia langsung mendorong saya naik kembali ke ban pisang tersebut. Perasaannya benar-benar antara senang dan takut gitu.

Tarikan kedua dan ketiga saya mulai menikmati berada di atas ban pisang tersebut. Namun saat ban pisang itu mau berbelok tajam, saya cuma pasrah saja sekarang. Mau lari pun udah gak bisa, jadi pasrah adalah sikap tertinggi saya…hahaha…

Teman-teman yang lain mulai berteriak-teriak menikmati permainan banana boat ini. Saya juga ikut-ikutan berteriak, tetapi tetap aja saat ban pisang itu membelok, saya hanya bisa pasrah “Oh God, Oh Lord!” Tanpa dinyata, ternyata ada salah seorang teman saya yang terlihat berani tetapi di atas ban pisang itu terlihat pucat dan ketakutan. Sepanjang permainan itu dia hanya diam saja dengan urat wajah tegang. Hahaha… udah pasti hal ini jadi pembahasan usai bermain.


Naik banana boat lagi di Bali, tapi request gak diceburin..hahaha

Another Push my limit experience adalah saat kebagian tugas untuk mengikuti acara latsar di kaki gunung Salak. Sebenernya males banget kalo ikut acara latsar yang “cowok” banget! Hahaha… Gak ada kerjaan aja bagi saya di kaki gunung, bukannya menikmati alam malah ngadain kegiatan-kegiatan gak jelas (saya kali ya yang gak jelas). Ditambah lagi ada rumor kalau nanti akan melakukan perjalanan kaki sejauh mata memandang (yang ternyata bukan sekedar rumor). Namun karena instruksi ini sifatnya “WAJIB” dari “struktur” maka dengan berat hati saya pun ikut.

Beberapa hari sebelum berangkat sudah pasti saya memikirkan apa yang akan terjadi disana. Kegiatan fisik sudah pasti bakalan menguras tenaga, ditambah lagi dengan berjalan kaki sejauh itu, sanggup gak ya? Pokoknya banyak pertimbangan deh! Ditambah lagi semua persiapannya harus serba komplit dan sempurna. Bekal makanan yang pasti yang banyak juga, haahah…

Dan benar saja semuanya seperti yang sudah saya bayangkan. Pelatihan fisik sana-sini yang ya ampyun bikin badan saya remuk abis. Tapi ya, Alhamdulillahnya saya masih bisa menangani dengan baik, malah banyak teman-teman saya yang lain yang fisiknya kelihatan bagus tapi sudah ambruk duluan. Ya, paling gak, saya bukan yang malu-maluin lah di grup saya itu..hehehe…

Sampai suatu ketika, ada acara outbond yang mengharuskan peserta untuk terjun perosotan dari atas tebing yang sudah dibuat seperti seluncuran. OMG! Jarak antara atas tebing dengan dasarnya itu kira-kira 5 meter! Semua tim dan semua anggotanya harus ikut meluncur. Saat saya sudah siap-siap mau meluncur ke bawah, datang panitia yang memberitahukan bahwa wahana seluncuran ini ditiadakan lagi setelah salah seorang kakak kelas saya di SMA dulu jatuh dan terkilir kakinya. OMG! Benar-benar kayak mendapat kabar durian runtuh! Im in the cloud nine! Tapi ternyata wahana lainnya yang lebih syerem dan menakutkan sudah menunggu. Wahana itu adalah masuk ke dalam parit kecil yang penuh dengan air lumpur sepanjang 50 meter dengan atas parit itu ditutupi pagar kayu yang diberi dedaunan. Mirip banget kayak perang Vietnam…hahahah…

Sampai di depan parit itu saya agak ragu untuk turun ke dalamnya. Berbagai macam kekhawatiran berada di benak saya. Gimana kalau saya gak bisa nafas? Gimana kalau ternyata airnya bikin gatel-gatel? Gimana…gimana…gimana…. Namun di short time kayak begitu, saat semua anggota regu saya sudah pada masuk ke dalam parit itu dan anggota grup lain sudah menunggu di belakang, saya terpaksa ikutan masuk ke dalam parit. Di dalam parit saya benar-benar harus membenamkan kepala saya ke dalam air lumpur itu sambil menahan nafas beberapa saat menuju ujungnya. Awalnya memang masih ada celah-celah pagar kayu itu yang bisa membuat saya tak perlu membenamkan kepala, tetapi semakin ketengah, pagar kayu itu semakin rapat. Saya sempat panik di tengah parit itu, tetapi lagi-lagi saya push my limit saya untuk terus berjalan dan akhirnya sampai ke ujungnya juga! Setelahnya, selain ucapan syukur, saya tersenyum puas dan bangga pada….. diri saya sendiri dong….hahaha…

Pada final days, perjalanan yang ditunggu-tunggu itu pun sudah di depan mata. Kebayang banget deh lelahnya, jalan sejauh mana juga gak ngerti sambil membawa tas ransel yang berisi perlengkapan selama 4 hari 3 malam. Ya ampyun…. ngebayanginnya aja udah males nulis…hahaha…

Saya dan teman-teman berjalan dengan semangat di paruh pertama perjalanan kami. Paruh perjalanan kedua, beberapa orang mulai lost their patient. Bertanya seberapa jauh lagi perjalanan dan sepertinya tiada akhirnya. Beberapa di antara mereka sudah mulai ketahuan aslinya J Dan paruh terakhir, yang semangat memimpin di depan, yang banyak mengeluh berada di belakang. Saya sendiri berusaha menikmati perjalanan ini. Capek udah pasti tapi ya udah jalanin aja, mau gimana lagi, yekan? Sebenarnya saya juga udah kelelahan setengah mati, tapi lagi-lagi I push my limit. Kali ini saya membayangkan, si Riyanti Djangkaru aja bisa menaklukkan gunung dan melakukan perjalanan jauh, masa aye yang zaman itu adalah seorang ikhwah fillah, bisa sih kalah sama dia? Malu booo! (hahaha…)


Ngaso dulu di paruh pertama menjelang down hill lagi. Ini di kawah ratu yang bau sulfur bingits

Saat sampai di tujuan, saya senangnya bukan main, apalagi saya termasuk golongan orang yang sampai tujuan awal waktu. Beberapa teman yang ikhwah fillah banget dan jagoan orasi malah terseok-seok di belakang. Saat itu jahatnya saya keluar dengan menertawakan mereka terbahak-bahak. Lagi-lagi berhasil menaklukkan tantangan dengan push my limit! Sesudahnya langsung merasa PD tingkat dewa, sambil bilang ke diri sendiri “Gue bisa loh!”

Saya jadi teringat quote nya Om Walt : If you can dream it, you can do it. Atau sebuah hadits yang berbunyi : Aku mengikuti prasangka dari hamba-Ku. Maka semua hal yang kita lakukan dan keputusan yang kita ambil berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Ya, we act based on what we think!

Manusia itu pada dasarnya memiliki potensi diri masing-masing yang mengikuti kemampuan mereka. Beberapa di antara mereka ada yang PD tingkat dewa, potensi gak ada dan kemampuan standar tapi beraninya luar biasa. Ada juga yang ‘humble’, kemampuan dan potensi ada dan mereka in the right path. Dan mereka yang punya kemampuan dan potensi diri tapi mereka merasa gak PD. Yang terakhir (katanya sih) saya banget!

Menaklukkan tantangan bukan sekedar bisa melakukan suatu kegiatan yang kita sendiri gak pernah membayangkan bisa melakukan hal itu, tetapi juga masalah hati dan pikiran. Sudah pasti pada saat ingin mendorong diri kita pada batas kemampuan diri kita, pikiran kita berperang gila-gilan. Berbagai argumentasi diri sendiri sudah pasti memaksa kita untuk think fast in short time. Belum lagi batin kita yang mesti ikutan diajak kerjasama juga. Ditambah jika hasilnya gak memuaskan, sudah pasti rasa penyesalan berkecamuk di dalam hati disertai angan-angan “jika begini mungkin begitu, jika begitu mungkin begini”. Ujung-ujung semakin susah saja untuk memembus batas nilai diri kita. Tetapi jika hasilnya menarik dan beyond our expectations, udah pasti kita jadi bertambah percaya diri dan memiliki nilai plus bagi diri kita. Next time, kita ingin menaklukkan tantangan lagi, keoptimisan sudah timbul berkat pengalaman sebelumnya. Paling gak, walaupun belum optimis-optimis amat, kekhawatiran diri kita sedikit berkurang.

Pada akhirnya, tantangan itu hadir untuk men-challenge diri kita dan melatih keberanian kita. Mereka yang begitu dapat tantangan langsung mundur feels like lost in the war before it started. Mereka yang dapat tantangan malah dikalahkan oleh tantangan itu, sudah pasti bakalan stress berat. Mereka yang bergembira mendapat tantangan, bisa dipastikan keoptimisan menyertai hari mereka. Jikalaupun mereka gagal, mereka sudah belajar dari pengalaman. Jadi, diri kita sendiri yang memutuskan seperti apa sikap kita jika menerima tantangan.

Hidup itu sendiri pada dasarnya adalah tantangan. Manusia diberikan cobaan dan tantangan dalam mengarungi kehidupan ini. Whether they will happy or whether they will full of sad, moaning, and grumbling. Berpikir matang itu bagus dan tidak salah, tapi kalau kematangan jadi gosong juga kali yee… Jika gagal menaklukkan tantangan, at least you have learnt from what you did.

Push your limit juga jangan lupa ya, perhitungan baik buruknya dan resiko yang bakal kita hadapi. Jangan asal puh the limit aja. Make a fast decision in the shortest time. Kalau kiranya kita gak mampu dan bukan kita banget, better let it go! Tapi kalau kita mampu tapi belum PD aja, take a risk and conquer the challenge! (kompor.com)

Intinya adalah state of your mind. Cobalah untuk tidak overthinking dan just do it. Sometime kita perlu membiarkan intuisi kita berjalan tanpa perlu memikirkan apa-apa. Karena kalau kebanyakan mikir sudah pasti akan kehilangan kesempatan. Berpikir boleh asal jangan kebanyakan. Mending banyak makan daripada banyak pikiran…hahaha…

Sebenarnya masih banyak cerita yang membuat saya menabrak limit diri saya sendiri, namun gak mungkin kali yee diceritain semua disini. Beberapanya mungkin akan saya ceritakan secara terpisah. Mari kita berdamai dengan diri kita sendiri dan tidak usah berpikir macam-macam. Ingat saja Allah, karena kalau mengingat Dia hati akan merasa tenang. Karena semuanya sudah ditetapkan dan diatur oleh-Nya. Tugas kita hanya menjalankan apa yang sudah menjadi takdir-Nya. Ingat, You only live once, don’t make it in vain and don’t be regret!! Enjoy your life, take a challenge and push your limit!!***(yass)



Jakarta, 11th of November 2017
@Transmart , 18.01 pm
Waiting “Duka Sedalam Cinta”
Bicara latsar, jadi inget Kak Panji. Di mana ya beliau sekarang?



Ps. 
My another pictures of conquer the challenges!



Nyelem dan berenang2 ria di Pulau Sempu yang jalannya aja bikin lapar 7 hari

Jangan pernah nawarin saya flying fox pada saya yang aerophobia.
Tapi akhirnya nyoba ini juga karena : PENASARAN

Di atas bukit di Pulau Sempu yang monyetnya bejibun dengan latar belakang samudra hindia.


No comments: