Thursday, October 21, 2021

Belajar dari K.S.N



Hari-hari ini jagad perdrakoran dihebohkan dengan pengakuan seorang wanita yang mengatakan bahwa ada aktor K yang tidak sebaik apa yang dicitrakan dalam drama. Beberapa hari kemudian baru ketahuan bahwa aktor itu adalah Kim Seon Ho (KSN) yang melejit namanya lewat drakor Start-Up dan yang terbaru Hometown ChaCha.


Semua drakor mania pasti tahu kalau Kim Seon Ho itu citranya anak baik-baik. Senyum lesung pipitnya udah pasti bisa membuat para noona, eonni, dan ahjumma klepek-klepek. Tetapi semua itu berubah drastis dalam semalam ketika KSN tidak menyangkal apa yang dituduhkan dan dia malah meminta maaf.


Dari KSN kita bisa belajar bahwa pencitraan itu pada akhirnya akan terbongkar juga. Karier yang dibangun selama ini tiba-tiba hancur berantakan di depan mata. Sad. Semua brand tiba-tiba menyembunyikan semua postingan yang berhubungan dengan KSN. Beberapa drama yang akan dibintanginya langsung mencari peran pengganti. Netizen Korea memang terkenal kejam terhadap orang-orang yang berbuat jahat. Satu hal positif yang dilakukan KSN adalah meminta maaf dan mengakui apa yang dia lakukan.


Ada dua hal yang bisa gw petik dari kejadian ini :


1. BE YOURSELF!

Jangan pernah pakai topeng dalam hidup. Capek gak sih lo kerjaannya pakai topeng tiap hari? Jadilah apa adanya. Setiap hal itu bisa dimanipulasi, termasuk perilaku tetapi akan ada waktunya semua terbongkar.
Setiap hari manusia itu berjuang sama dirinya sendiri untuk meredam penerimaan dan penolakan dari orang lain. Ada yang bisa menenangkan diri mereka, dan ada pula yang selalu kalah berakhir dengan depresi. Kuncinya adalah terima diri kita apa adanya. Allah udah bilang kok di dalam surat At Tin ayat 4 bahwa manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya. Kalau Allah saja sudah bilang : Kamu tuh Aku ciptakan dengan sebaik-baiknya, lho! Dan Allah itu yang paling tahu kita. Terus kenapa kita jadi ragu dengan apa yang udah dikasih oleh Allah? 

Langkah awal ketika kita bisa menerima diri kita apa adanya maka kita bisa berdamai dan bernegosiasi dengan segala krisis identitas diri tanpa ada intervensi dari orang lain. Percaya deh semua orang itu akan ganteng dan cantik pada waktunya. Termasuk segala hal yang berhubungan dengan fisik itu bisa dipermak/manipulasi. Yakinkan diri kita tuh unik, one of a kind! 

Kalau kita bisa menerima diri kita apa adanya, maka gak ada hal yang gak bisa dikompromikan. Istilahnya orang lain mau nerima kita atau gak itu bodo amat. Yang terpenting kita menerima diri kita sendiri. Amal perbuatan itu lebih penting daripada fisik semata. Toh nanti yang dibawa pulang ke akherat adalah amalan kita. Kita akan dihisab pun berdasarkan amalan bukan fisik. Jadi fisik itu bukan yang utama. Yang perlu mendapat perhatian lebih adalah amal shaleh. Orang yang keliatannya seperti malaikat, tau-tau hatinya bagai seorang iblis. 

Sesempurna apapun mencitrakan diri, pasti suatu saat akan lelah dan kebongkar juga. Untuk itu kita wajib banget minta sama Allah untuk menutupi aib-aib kita, untuk kemudian tidak mengulangi lagi. Bukan malah dipelihara.

2. SPEAK UP!

Speak up ini penting banget! Istilahnya viralin dulu aja untuk menguak kebusukan. Mereka yang mengalami tindakan kejahatan pasti trauma banget. Terlebih jika mereka berhadapan dengan orang-orang yang punya citra baik, padahal melakukan kejahatan. Pasti ketika speak up banyak orang yang gak percaya, atau malah yang speak up malah dianggap mencari sensasi dan disalahkan balik. Kasian khan?

Orang yang mengalami tindakan kejahatan setiap hari pasti battling dengan diri mereka. Tentu mereka akan menyalahkan diri mereka sendiri yang menganggap tidak bisa melawan. Jika ini terus terjadi maka dorongan untuk suicide itu akan kuat karena menganggap diri gak berguna.

Di satu sisi mereka ingin berbicara tetapi pasti akan ada penilaian-penilaian dari orang lain tentang diri mereka. Jadi semacam buah simalakama, diceritakan menjadi malu, tidak diceritakan menjadi beban hidupnya.

Salah satu cara terbaik untuk menaklukkan trauma adalah berhadapan langsung dengan trauma itu sendiri. Hadapi trauma ini dengan cara baik-baik. Cari poin-poin apa yang membuat kita trauma dan apa yang segera harus kita lakukan untuk mengatasi ini.  Kemudian speak up dengan cara yang kita bisa, lewat bicara atau tulisan. Tentu gak mudah, karena kita harus memutar kembali detik-detik hal yang kita gak ingin ingat lagi. Namun percaya deh, jika kita udah bisa speak up maka akan ada sedikit beban yang membuat kita lega. Masih ingat kan kasus pegawai KPI yang menyimpan semua traumanya hingga akhirnya dia berani mengungkapkan itu semua. Pasti tidak mudah karena banyak pertimbangan yang harus dia lakukan. Bahkan hingga dia diserang balik karena dianggap lemah dan baper.

Orang-orang yang ini pasti memerlukan pendampinga, untuk terus menguatkan diri mereka dan meyakinkan bahwa mereka not in the wrong side. Jika mereka tidak bisa berpikir panjang dan terus melemah maka sudah pasti memilih bunuh diri untuk mengakhiri ini semua.

***

Dua hal inilah yang bisa gw ambil dari kasusnya KSN. Tidak memakai topeng seperti yang dilakukan KSN dan speak up seperti wanita yang disebut mantan pacarnya KSN.

Dalam kasus gw sendiri, capek banget ketika gw harus make topeng agar dinilai baik sama orang lain. Gw berjuang pastinya menjadi diri sendiri dan tampil adanya. Banyak cercaan, hinaan, dan makian yang pernah gw dapet. Tapi di titik sekarang gw udah gak peduli orang mau ngomong apa selama gw in the right path! Nyatanya menjadi diri sendiri malah memberikan gw kekuatan untuk battling terhadap penerimaan dan penolakan orang lain. Ya, pasti gak mulus tapi paling gak ada masukan positif dari diri sendiri. Yang terbaik dalam hidup adalah menerima diri kita apa adanya dan menyadari kalau orang lain bisa berbuat salah.

Gw pun pernah mengalami trauma yang setiap hari harus gw hadapin hingga saat ini. Tapi proses ini semua yang akhirnya membuat gw bisa share kepada orang lain yang mengalami hal yang sama dengan yang gw alamin. Sampai akhir hidup pun kita bakalan berproses dan battling dengan masalah-masalah yang ada. Yang terpenting kita harus tetap berjuang dan berpikir positif dengan segala hal yang ada. Susaaaaaaahhhhhhh...... tapi inget ada prosesnya.

Sedangkan proses speak up gw jika mengalami sesuatu hal yang gak gw suka adalah dengan tulisan atau berbicara langsung. Paling gak setelah itu gw merasa plong. Serius temen bicara yang berempati itu penting banget. Itulah kenapa Allah menciptakan 2 kuping dan satu mulut, guna untuk kita mendengar lebih daripada berbicara.

Jadi... buat kalian yang hari ini masih memakai topeng, sampai kapan kalian akan terus hidup dalam bayang-bayang dan kemunafikan?

Btw, Kim Seon Ho harusnya belajar Bahasa Indonesia, jadi klo ada kontroversi seperti ini dia masih bisa diterima. Hahahaha... Iya, kayaknya cuma Indonesia aja yang masih mau menerima orang-orang kontroversi (dan malah mereka bangga). Sedangkan negara lain, sekali berbuat salah, TIADA MAAF BAGIMU!

Save your mental health, buddies!

***

Bekasi, 21st August 2021
At my office, 11.07 am.
Yang sabar ya Kim... 

Thursday, September 9, 2021

Lupakan, Berdamai, dan Tunggulah!


Sore ini saya mendapatkan telepon dari seseorang. Dia bercerita, seperti ada yang menyingkirkannya dari organisasi yang dia ikuti. Dia yang dulu pengurus organisasi itu, saat penggantian pengurus dia tidak diajak sama sekali dan bahkan tidak ada yang mengucapkan terima kasih padanya untuk apa yang dia lakukan selama ini. Semua pengurus baru pura-pura tidak menyadari kehadirannya dan "bersepakat" menyingkirkannya dengan sistematis. Seperti kacang lupa kulit. Padahal selama masa kepengurusannya dia termasuk salah seorang yang banyak membantu dan menyelamatkan organisasi.

Pikiran saya kembali ke beberapa tahun silam saat saya mengalami hal yang sama dengan seseorang tersebut. 

Di sebuah organisasi yang saya ikuti dari SMA hingga menjadi alumni, keberadaan saya seperti dipandang sebelah mata oleh para alumni yang lain. Mereka hanya menilai seseorang dari outlook nya saja. Hingga apapun yang saya lakukan untuk organisasi ini tidak pernah dianggap kebaikan dan pastinya selalu salah.

Saya ingat saat ketua organisasi terpilih tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan hanya mendiamkan organisasi, saya dan teman saya tetap membantu menjalankan organisasi ini berdua saja. Mengajak para anggota untuk tetap istiqomah, mengadakan acara untuk memperat ukhuwah anggota, mencari dana untuk membantu setiap kegiatan, dll. Tetapi no one's talking good. Ya, gak apa-apa sih sebenarnya, tapi lihat apa yang terjadi berikutnya.

Sebagian teman yang tidak tergabung dalam kepengurusan organisasi ini mengadakan gerilya dan mengkritisi saya dan teman saya yang dianggap jalan sendiri tanpa koordinasi (ya gimana gak jalan sendiri, organisasinya aja gak jalan). Hingga mereka mengumpulkan teman-teman lain yang bersebrangan dengan saya untuk membentuk kepengurusan tandingan (padahal saya bikin kepengurusan atau mengklaim sebagai ketua aja gak). Mereka yang katanya membawa aroma 'perubahan' memengaruhi anggota organisasi untuk bergabung dengan aliansi mereka. Tentu saja para anggota yang bertentangan dan tidak sepemikiran dengan saya mulai berkhianat. Entah gimana mereka, bisa berkhianat, tetapi jika saya dan teman saya mengadakan acara, para pengkhianat itu tetap ikut juga. Ewww....

Seorang guru saya pun menjadi bagian yang berpihak pada 'pembaharu' ini. Dia sempat bilang "Sudahlah, kamu sudah tidak masanya lagi berada di organisasi ini. Berikanlah kepada mereka yang baru-baru." Dan beberapa tahun kemudian dia menunjuk orang yang bahkan umurnya lebih tua daripada saat saya aktif dulu disana. Lol.

Dalam rapat organisasi yang membahas tentang tidak aktifnya ketua, mereka seolah menutup mata dengan peran saya dan teman saya dalam mengkover kegiatan organisasi selama ini. Bahkan mereka memilih pengurus dan ketua baru yang semangatnya bak "hangat-hangat tokai ayam". Kedepannya sudah pasti amburadul lagi.

Singkat cerita mereka menganggap apa yang saya dan teman saya lakukan untuk organisasi ini tidak ada maknanya. Mereka bahkan lupa caranya berterima kasih tentang apa yang seharusnya mereka lakukan tetapi mereka tidak lakukan. Mereka hanya menilai saya salah dan bukan siapa-siapa.

Bagaimana perasaan saya? Sudah pasti saat itu bergulat dengan rasa sedih, kecewa, sakit hati dan lainnya. Sudah gak kehitung lagi kayaknya ya berapa kali saya harus menahan sedih hingga mencucurkan air mata. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak yang mengkhianati saya dan ujung-ujungnya para pengkhianat ini malah mengkhianati organisasi. Ya, saya mengalami masa-masa tidak enak dan Alhamdulillah mampu melewatinya.

Hingga satu hari saya dengan tenang berhasil melepas organisasi ini. Tidak pernah merindukannya kecuali untuk beberapa kegiatan yang dulu pernah saya lakukan. Bahkan sampai titik "udah gak mau tahu lagi tentang organisasi ini".

Apakah mudah melepasnya? Kagak! Berkali-kali godaan untuk kembali ke organisasi itu datang. Berkali-kali pula terasa dendam membara melihat orang-orang yang menyingkirkan saya berada di pucuk organisasi ini. Beberapa kali bergelut dengan bathin untuk kembali ke organisasi ini. Sampai akhirnya waktu yang menjawab itu semua. 

Hari-hari yang dulu saya harapkan agar tidak mencintai organisasi ini menjadi nyata. Hari-hari di mana saya berdoa agar ditunjukkan yang benar itu benar dan salah itu salah. Bahkan organisasi ini sekarang seperti "Hidup segan mati tak mau". Walaupun saya gak sampai senyum jahat tetapi semua terlihat pada akhirnya. Beberapa tuduhan terhadap saya pun tak terbukti, justru para pembaharu itu yang kedapatan menjadi duri dalam daging organisasi.

Allah seakan menjawab dan menunjukkan semuanya. Terkadang pada awalnya kita merasa berat melepas seuatu yang sudah mendarah daging dalam hidup kita. Sesuatu yang menjadi bagian kita setiap hari. Sesuatu yang menoreh banyak kenangan dalam hidup kita. Bukan hanya kenangan manis, tetapi juga luka yang berdarah. Jika kita berusaha untuk ikhlas (yang pasti tidak semudah yang diucapkan), mengalihkan dengan sesuatu yang lebih baik, berhubungan dengan teman-teman baru yang lebih positif, sudah pasti semua proses melupakan itu akan bisa kita lewati. Kuncinya adalah meyakinkan diri kita bahwa di mana pun mutiara itu berada, dia akan selalu bersinar.

Sakit banget tentu dianggap sebagai angin lalu setelah berjuang jungkir balik, tetapi kelak ketika kita bisa melalui itu semua kita akan benar-benar tidak peduli dengan masa lalu. Jika bertemu dengan mereka yang bersinggungan di masa lalu, kita bisa tahu batas dan value yang ada pada orang itu. Tentu saya lebih memilih tidak berhubungan lagi dengan orang-orang ini demi tetap mempertahankan vibe positive. Bukan bermusuhan, tetapi meng-skip mereka. 

Mereka yang melupakanmu, berkhianat padamu, menuduhmu, mengabaikanmu, jika hati mereka terbuka, mereka akan menyesali itu semua. Apalagi jika orang-orang ini mengatakan "rindu deh waktu zaman sama kamu" dan kita dengan datar bilang "The past is in the past", semakin akan menimbulkan penyesalan terdalam pada mereka. Tetapi untuk mereka yang masih memiliki kesombongan dalam dadanya maka mereka akan tetap bersikap masa bodoh walaupun sebenarnya mereka sudah berada di tepi jurang kehancuran.

Satu-satunya penyesalan yang pernah saya lakukan adalah kenapa terlalu banyak meluangkan waktu untuk organisasi yang tidak menghargaimu? Tetapi itu hanya penyesalan sesat jika melihat dampak yang saya lakukan dan jejak kebaikan yang saya tinggalkan. Biarlah itu menjadi amal kebaikan yang akan terkenang selalu.

Pada akhirnya berdamai dengan hati lah yang membawa saya pada kemampuan untuk move on dan melupakan semua yang terjadi. Jika kita masih belum bisa berdamai dengan hati, sudah pasti kita akan berlama-lama dengan masalah yang tentu bukan hal yang bagus untuk mental health kita. Belajarlah berdamai dengan diri kita. Tidak instant pastinya, perlu proses yang mendalam dan lama. Hingga pada saat kita menikmati waktu berdamai dengan hati, semua akan terasa baik-baik saja. Tunggulah waktunya dan nikmati prosesnya.

Kembali kepada seseorang yang menelepon itu, maka akan ada banyak cerita juga solusi yang mungkin bisa saya share pada dirinya. Ketika saya sudah past through that scene and stand still in the edge of the cliff. 

Juga akan saya ceritakan bagaimana saya sudah bisa menjadi diri saya sendiri, proves them wrong, sedangkan mereka masih berpura-pura suci di balik noda yang mengkoyak-kayak nurani mereka.

Pada akhirnya, the loser is always standing small. You reap what you sow, dude! Just watch and see.

***

Bekasi, 9 September 2021

21.40 pm   

Karma is on the way, bitch!

#writingteacher #keepwriting #teacherjournal



Friday, September 3, 2021

Khatam dan Proses Seorang Anak


"Wah, hebat ya, sudah khatam berkali-kali"

Saya agak tergelitik juga dengan ucapan itu. Memori saya lalu kembali pada kenangan beberapa puluh tahun silam (udah tua juga yee...).

Saya teringat baru bisa baca Al-Quran dengan lancar saat masuk Rohis. Saat mengikuti pesantren kilat di kelas 1 SMA, saya tersiksa sekali ketika harus baca 1 halaman Al-Quran yang seumur-umur baru saya baca hari itu. Orang tua saya memang beragama Islam tetapi dulu yang menjalankan praktek keislaman hanya Ibu sama dan kakak-kakak saya. Bapak saya dulu jarang sholat, dan baru mendapatkan hidayah sholat 5 waktu dan membaca Al-Quran saat saya duduk di kelas 3 SMA.

Di rumah pun Ibu saya tidak memaksa untuk sholat atau mengaji. Dia hanya mengingatkan, dan kami pun akhirnya mengikuti karena, ya, kalau orang Islam harus sholat. That's it!

Maka tidak heran saya belum bisa mengaji saat kelas 1 SMA. Bahkan waktu di SMP ada kegiatan bimbingan membaca Quran yang dilaksanakan setiap Jum'at, saya selalu skip karena gak menarik dan gak paham. Dari SD ikut pengajian tiap malam tetapi yang dibaca hanya Juz Amma aja. Hafalan, doa, bacaan sholat pun bisa karena dihafal bukan dibaca.

Dan tergeraklah hati saya saat menjadi pengurus Rohis. Seolah ada beban yang mengatakan

"Masa pengurus Rohis gak bisa baca Qur'an dengan lancar sih? Malu-maluin!"

Maka saya pun berusaha giat melancarkan bacaan Quran. Saya ingat suatu hari di Ramadan, saya membaca 1 surat panjang dari Al-Quran terjemahan yang ada di masjid sekolah. Saat itulah saya merasa damai dan terjadi ikatan batin dengan Al-Quran. Motivasi dari kakak-kakak alumni juga membuat saya semakin giat untuk terus membaca Al-Quran hingga akhirnya di penghujung Ramadan tahun itu, SAYA KHATAM! Itu adalah khatam Al-Quran pertama kali dalam sejarah hidup saya. Saya sujud syukur dan semakin termotivasi untuk membaca lagi.

Saat kelas 3 SMA saya baru ikut kelas Tahfidz dan semakin saya mengenal Makhrojul Huruf, hukum-hukum bacaan, dll yang sebenarnya sudah diajarkan saat SMP tetapi karena saya malas maka saya baru mempelajarinya saat kelas 3 SMA. Sejak saat itulah motivasi saya mempelajari Al-Quran, menghafalnya, dan berusaha mengamalkannya. Hingga dari khatam pertama sampai sekarang saya selalu memasang target, minimal khatam 1x setahun.

Maka saya selalu terkagum-kagum dengan pengumuman yang mengatakan"Alhamdulillah, telah khatam Al-Quran ananda bla bla bla sebanyak 37x!"

Wow! Tentu saja saat saya berada di umur anak itu, yang belum lagi lulus sekolah dasar, menjadi kagum. Hati kecil saya memang tergelitik juga untuk bertanya "Ah, bener tuh khatam? Masa iya sih kemaren baru khatam sekarang sudah khatam lagi?" Tapi berusaha semaksimal mungkin untuk tetap berhusnudzon. Walaupun saya harus melihat kenyataan ketika anak yang khatam Quran banyak itu ketika disuruh baca memang lancar tetapi banyak makhrojul huruf, hukum bacaan dan panjang pendeknya yang belepotan. Sepertinya memang KUANTITAS yang dikejar, bukan KUALITAS. Wajar sih karena masih anak-anak.

Kali lain ada anak yang tiap minggu khatam! Jika kita memiliki program one day one juz, pada hari ketiga puluh kita baru bisa khatam. Kalau khatam dalam seminggu? Berarti anak itu minimal sehari membaca 4-5 juz. 1 juz sekitar 10 lembar atau 20 halaman. 4 juz berarti 40 lembar dan 80 halaman. Jika satu lembar dibaca standar dengan makhrojul huruf dan panjang pendek yang benar sekitar 3 menit, maka untuk menghabiskan 4 juz dalam sehari sekitar 240 menit atau 4 jam dalam sehari. Dengan kesibukan sekolah yang standar, menghabiskan baca Al-Quran 4-5 juz per hari SANGAT LUAR BIASA sekali!

Iseng saya bertanya pada si anak, "Bener kamu baca tiap hari 4 juz?" Si anak cuma nyengir dan mengaku "Kata guru ngaji saya boleh dilongkap-longkap, Pak!" Hmmm.... Walaupun tentu tidak semua anak seperti ini. Banyak juga anak yang memang betul membaca.

Ada seorang anak yang menyeletuk, "Pak, saya juga khatam tiap hari?" Mendegar ini membuat mata saya melotot. "Iya, Pak, kan kalau kita baca Surat Al-Ikhlas, Al Falaq, sama An-Nas dianggap membaca 1 Al-Quran full, Pak. Jadi saya baca itu aja tiap hari."

Iya sih bener.... tapi gak gitu juga keless!

Sayangnya lagi-lagi karena KUANTITAS maka anak-anak diberikan pemahaman khatam terus tanpa tahu makna indah yang tersurat dalam Al-Quran itu sendiri.

Lalu bagaimana membiasakan anak-anak membaca A-Qur'an? Tentu semua ada prosesnya.

Tidak sama dengan orang dewasa, anak perlu pemahaman ketika mereka diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Anak yang kritis tentu akan berkata "Kenapa Aku harus baca Al-Quran?" Orang tua yang tidak siap akan menjawab "Karena itu kitab suci umat Islam."

Anak yang patuh tentu akan langsung membaca tanpa perlu tanya sana sini lagi. Tetapi bagaimana dengan kebanyakan anak? Orang tua pasti memerlukan efforts lebih untuk meminta anak itu membaca Al-Quran. Orang Tua yang kreatif akan menjelaskan keutaman membaca Al-Quran dengan cerita sejarah turunnya Al-Quran, atau memberikan reward setiap anak baca Al-Quran. Tetapi ada juga tipe orang tuanya yang hanya menyuruh saja tanpa perlu ditanya balik. "Kalau Bapak bilang baca, ya baca. Klo Ibu bilang baca, ya baca". Apalagi jika ada tambahan "Waktu ayah masih kecil, ayah rajin baca Quran. Sekarang kamu baca Quran aja males banget!" Yang pasti anak auto menjawab dalam hati "Ya, zaman ayah dulu kan belom ada handphone, belum kenal internet, belum ada mall," wkwkwkw.

Rasulullah SAW mengatakan bahwa anak bagaikan kertas putih. Orang tua dan lingkungan yang mewarnai kertas tersebut. Rasulullah juga mengatakan anak yang kita miliki bukanlah milik kita tetapi milik zaman mereka. Jadi tentu mendidik mereka tidak harus sama dengan cara kita dididik.

Satu hal yang perlu orang tua pahami bahwa anak bukan ROBOT. Bukan berarti karena kita yang melahirkan, memberi makan, menyekolahkan, dll maka kita BERHAK atas segala jalan hidup anak kita. Banyak orang tua yang memotong hak berpendapat anak, apalagi jika pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat mereka. Padahal anak perlu didengar, perlu dimintai pendapat, perlu diajak berbicara. Anak semakin dilarang semakin mereka penasaran. Semakin mereka dibilang GAK BOLEH, akan membuat mereka mencari tahu. Apalagi anak sekarang, pintarnya bukan main. Di depan kita kelihatan baik dan sholeh/sholeha tetapi di luar pengelihatan kita mereka bisa menjadi bertolak belakang dengan apa yang kita bayangkan.

Anak-anak itu butuh didengar, dihargai setiap proses yang mereka lakukan, diberikan contoh, dan diperhatikan. Karena mereka akan meniru orang yang dekat dengan mereka begitu mereka kelak dewasa. Selagi orang tua bisa memberikan semua itu (walaupun porsinya tidak banyak) maka tunaikanlah hak anak. Dengan begitu mereka akan mudah untuk kita tarik dalam jangkauan kita.

Apakah orang tua yang suka menyuruh anaknya salah? Tentu tidak 100% salah. Orang tua belajar dari apa yang mereka alami di masa lalu dan mereka ingin/tidak ingin mengulangi yang sama dengan anak mereka. Misal jika dulu orang tuanya selalu belajar 3 jam sehari, maka anak pasti akan diminta melaksanakan apa yang dulu mereka lakukan. Jika dulu orang tuanya terlalu banyak nonton TV dan dia yakin itu suatu kesalahan, maka tentu dia tidak mau hal itu terjadi pada anaknya. Tiap kali anak menonton TV pasti akan ada sergahan yang sebenarnya adalah menyalahkan tindakannya di masa lalu.

Tetapi anak-anak tidak bisa diperlakukan seperti ini. Menganggap mereka sebagai objek, atau mini me yang harus sama seperti kita. Dalam beberapa hal genetik mungkin akan ada sikap dan sifat yang sama, tetapi pengembangannya, anak berhak untuk diberikan pilihan untuk dirinya sendiri.

Hal ini menjadi saling bertentangan pada akhirnya. Anak berpikir orang tua otoriter, sedangkan orang tua berpikir anak pembangkang. Jika hal ini tidak diselesaikan maka akan banyak anak yang dikorbankan untuk masa depan mereka.

"Ah, saya otoriter, tapi anak saya semuanya jadi tuh!"

Dalam beberapa kasus mungkin benar. Tetapi tetap akan ada luka di hati si anak yang akan bergelut sampai mereka dewasa. Pada satu titik ketika anak tidak bisa menerima akan ada perlawanan frontal yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Mungkin ketika sudah tua maka orang tua menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah ketika mereka melihat cucu mereka diperlakukan yang sama dengan anak mereka. Jadi semacam lingkaran setan.

Atau anak tidak melawan tetapi ada unfinished bussiness yang disimpan dalam hati mereka, yang kelak menghantui hidup mereka selamanya jika tidak diselesaikan. Atau lagi ada rasa kasih dan sayang yang tak terbentuk dengan sempurna sehingga hubungan anak dan orang tua terasa TASTELESS. Hubungan hanya sekadar orang tua dan anak saja tanpa bumbu-bumbu cinta dan kasih sayang.

Saya teringat ketika ada orang tua mengambil raport. Saya dan teman saya memberitahukan perilaku anaknya di sekolah yang melampaui batas. Orang tua itu tidak terima karena dia merasa bahwa anaknya selalu bersikap baik di hadapan mereka. Padahal ketika berada di sekolah anak itu berperilaku sangat melampaui batas. Tentu kami mempunyai bukti-bukti autentik yang memperlihatkan perilaku anak itu di sekolah.

Anak yang dibesarkan dengan nilai-nilai kasih sayang, pengertian, penghargaan sekecil apapun, maka anak akan berkembang dengan penuh percaya diri dan penuh kesadaran ketika melakukan sesuatu. Ketika orang tua memintanya untuk melakukan sesuatu dengan cara yang baik maka anak akan melakukannya tanpa perlu bertanya-tanya lagi.

Coba bandingkan percakapan berikut :


Percakapan 1


"Kak, kayaknya Ayah belum lihat kamu baca Quran deh. Katanya kamu mau khatam? Bangga deh kak, kalau kamu bisa khatam."

Bahasa yang digunakan tidak menyuruh tetapi mengingatkan, sehingga anak merasa tidak diperintah. Apalagi di akhir kalimat ada rasa bangga jika si anak bisa menyelesaikan tugasnya.


Percakapan 2


"Kak, kok belum baca Al-Quran? Udah kelas 6 bukannya harus khatam ya?"


"Bentar, yah. Lagi nanggung nih filmnya."


"Ayah kasih waktu 30 menit lagi ya, setelah itu lanjutin baca Al-Qur'annya."


"Yah, ayaaahh... 1 jam lagi deh!"


"Ya udah, ayah kasih waktu 40 menit lagi ya!"


Di sini anak merasa diajak berdiskusi dan diberikan ultimatum tanpa perlu marah. Jika anak akhirnya melanggar waktu tenggang yang diberikan, maka harus ada konsekuensi yang didapatkan si anak.

"Hmmm... Kakak melanggar waktu dari Ayah nih. Besok berarti jatah nonton kakak dikurangin yaah..."

Disini anak akan berpikir 2x untuk melanggar waktu yang diberikan si orang tua. Tapi yang perlu diingat adalah konsistensi dan keluwesan. Jika anak selama tiga hari melanggar terus maka orang tua harus konsisten memberikan punishment. Next time, ketika anak sudah berusaha tetapi masih melanggar sedikit saja maka kasih keluwesan.

"Hmmm... Kakak melanggar waktu dari Ayah nih. Tetapi karena selama ini Ayah lihat kakak selalu konsisten, maka hari ini kakak ayah bebasin deh dari punishment. Tetapi besok-besok jangan diulangi lagi ya!

Di poin ini anak akan mengingat, kalau berbuat konsisten pasti nanti akan ada kemudahan dari orang tua. Jadi anak akan merasa orang tuanya sudah berbuat bijak.


Percakapan 3


"Kakak ayo baca Quran, biar terus khatam. Lihat tuh temen kamu si fulan, kemarin dia udah khatam lagi. Kamu, khatam sekali aja susahnya minta ampun."


Dari kalimat ini akan ada pemberontakan dan tidak terima pada diri si anak. Apalagi dibandingkan dengan anak lain. Akan lebih parah jika yang dibandingkan adalah saingannya. Selain merasa tidak dihargai, juga akan timbul rasa dendam si anak pada saingannya. Kemungkinan dari percakapan ini ada 2. Pertama, si anak akan mengerjakan dengan terpaksa dan bersungut-sungut. Kedua, si anak tidak akan mengerjakan jika ucapan itu sudah berulang kali diucapkan tanpa ada punishment yang jelas. Ini adalah bentuk perlawanan anak yang tidak suka dibandingkan.

Tentu melakukan percakapan dengan pola yang benar tidak gampang. Apalagi jika orang tua yang merasa malu dan tidak pandai bercakap-cakap. Mau tidak mau orang tua harus mulai belajar berkomunikasi dengan anak. Tidak harus berubah drastis tetapi dengan beberapa penyesuaian dan pembiasaan. Semua bisa karena terbiasa bukan? Karena menjadi orang tua itu perlu belajar, it's not taken for granted. Hanya orang tua yang hebatlah yang mau belajar demi masa depan anak-anak yang lebih baik. Namun jika ingin anak begitu-begitu saja dan mati dalam penyesalan maka lakukanlah hal-hal yang kebanyakan orang lakukan. Mumpung belum terlambat. Ketika anak masih belum beranjak dewasa maka mereka masih bisa dibentuk dan ditanamkan dengan nilai-nilai kebaikan. Orang tua lah yang berperan untuk dalam hal ini semua. Jangan sampai anak-anak dimasukkan nilai-nilai oleh orang lain dan bahkan lebih parahnya oleh game dan televisi.

Pastikan ketika kita meminta anak membaca Al-Quran maka kita juga terbiasa membaca Al-Quran. Jika kita meminta anak tidak main hape terlalu sering, pastikan kita tidak bermain hape terlalu sering di depan anak-anak. Karena anak-anak adalah peniru ulung. Mereka akan lebih tertarik jika diminta melakukan kebaikan dengan mencontoh orang tua. Sediakan waktu untuk tilawah bersama, belajar bersama, dll. Biarkan proses itu berjalan dan nikmati setiap prosesnya. Mungkin anak kita belum bisa rutin membaca Al-Quran tahun ini, siapa tahu tahun depan mereka sudah mulai terbiasa rutin. Yang terpenting jangan putus asa.

Ajarkan untuk mencintai Al-Quran bukan hanya sekedar membacanya. Cintalah yang akhirnya membuat mereka rindu untuk membaca Al-Qur'an berulang-ulang. Hari ini mungkin bukan anak kita yang bisa khatam berkali-kali, tapi suatu hari nanti akan ada waktunya mereka bersinar. Biarkan mereka berproses. Tugas orang tua adalah membimbingnya, bukan mendiktenya. Anak yang dibesarkan dengan proses kelak mereka akan menghargai setiap proses yang mereka lakukan. Saat SD belum terikat dengan Al Quran, saat SMP, SMA, Kuliah, bekerja mungkin mereka akan terikat. Semua ada saat dan masanya. Allah bilang : DON'T LOSE YOUR HOPE! Jangan pernah putus harapan.

Anak yang sekarang khatam berkali-kali tidak ada jaminan di masa depan mereka masih bisa membaca jika membaca Al-Quran nya hanya berdasarkan "JANGAN MAU KALAH DENGAN TEMAN KAMU". Sebaliknya anak yang sekarang tampak terbata-bata membaca Al-Qur'an, jarang khatam, suatu saat ketika hidayah itu datang maka dia akan menjadi orang yang paling baik bacaan Quran nya dan paling sering mengamalkan isinya. Karena khatam tanpa mengamalkan isinya akan terasa kehilangan ruh-nya. Fitrah anak adalah pada kebaikan, maka dekatkan mereka selalu dengan kebaikan.

Sampai sini mungkin akan ada yang berkomentar,

"Halah... lo bisa nulis doang! Lo kan belum ngerasain punya anak sendiri."

Tentu yang berkata seperti ini tidak salah. Saya menulis ini berdasarkan pengalaman berinteraksi dengan anak-anak dan orang tua. Menulis ini juga merupakan proses bagi diri saya untuk belajar menjadi orang tua yang baik di kemudian hari.

Saya pun merasakan apa yang orang tua rasakan. Saat itu seorang anak yang saya bimbing hafalan Al-Quran, di penghujung tahun ajaran sudah tinggal 1 surat lagi untuk melengkapi menjadi satu juz. Nyatanya hingga dua tahun berikutnya anak itu belum juga selesai. Tentu saya tidak berhenti "menceramahi" nya.

"Ganbatte!! Ayo tinggal 40 ayat lagi!"
"Ayo pokoknya nanti klo gak selesai, bapak jitak!"
"Tinggal 2 lagi nih ayo semangat!!"

Hingga anak itu mengabarkan bahwa dia sudah melengkapi juz 30.

"Wow keren!! Akhirnyaaaaaaaa..... Masya Allah akhirnya selesai juga. Huhuhu terharu..."


Berkomunikasilah dengan bahasa yang paling mereka pahami dan nyaman. Setelahnya saya semakin belajar untuk menjadi orang tua yang baik. Karena tentu usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Selamat menjadi sahabat terbaik anak!


***

Bekasi, 2 September 2021
My kos, 23.36 pm

Wednesday, June 23, 2021

Media Play Corona


Pagi ini saya dibuat heran dengan mobil yang berbaris memanjang di pinggir jalan. Bukan cuma pagi ini aja sih sebenarnya tapi dari beberapa hari sebelumnya. Awalnya saya kira ada mobil truk mogok atau apa ternyata itu adalah mobil yang mau drive thru PCR! Dah kayak ngalahin antrian BTS meals ajaaah...

Hmmm... di musim seperti ini ada beberapa kemungkinan mereka mau tes : Berita corona yang heboh membuat orang menjadi panik, mereka habis pulang liburan, atau mereka mau liburan. Mostly, kayaknya antara yang kedua atau yang ketiga deh.

Saya pribadi sih bukan orang yang gak percaya corona. Teman-teman saya banyak yang C-19 survivor,  saya juga bagian yang sudah divaksin, saya bukan yang gak percaya c19, saya bukan bagian yang bilang corona itu konspirasi atau hoax. Semua itu real! Yang menjadi permasalahan buat saya adalah media play yang dilakukan oleh oknum. Saya menolak tertindas dengan berita-berita corona yang super heboh itu.

Dalam dunia per k-pop an (dan dunia-dunia yang lain), media play itu adalah bagaimana media membuat 'sesuatu' itu terlihat heboh dan bombastis. Padahal kenyataannya gak seperti itu. Jadi ada oknum tertentu yang membayar media buat melakukan media play itu.

Lihat aja deh... sekarang media memberitakan dengan heboh berita corona dengan headline yang fantastis ples bombastis (dengan tambahan kata DARURAT, GAWAT, MENYERAMKAN, dll dll) yang sekali dibaca judulnya pasti bikin was-was dan cemas. Ketara banget ada media play yang sengaja dilakukan dengan membuat berita-berita ala ala koran lampu merah zaman old. Gak ngerti deh, kenapa tiap ada isu RUU pajak sembako, pajak sekolah atau yang sekarang lagi heboh tentang haji, selalu aja ada berita corona yang heboh menyerang. Jadi orang-orang semacam teralihkan. Tau sendiri kan tipikal orang Indonesia yang banyak ketakutan dengan isu-isu kek begitu. Eh, tau-taunya RUU itu udah sah aja... Hadeehh...

Efek dari media play yang kayak begitu udah pasti bikin orang jadi was-was, cemas, dll yang otomatis bisa ngurangin perasaan happy diri orang yang membacanya. Kalau kita udah hidup kayak begitu udah pasti yang ada jadi gampang stress dan berujung pada panic attack dan trauma.

Daaaaaannnn..... yang lebih bikin saya gregetan itu ada aja orang yang share berita-berita kayak begitu. Padahal saya yakin dia yang nge-share itu cuma baca judul, ataupun kalau dibaca juga dia gak mau ketakutan sendiri. Alhasil dia nge-share itu artikel yang bikin heboh se grup. Kalau penghuni grup nya realitis mungkin gak akan menghebohkan berita bombastis kek begitu, tetapi kalau diisi mostly sama ibu-ibu yang cuma baca judulnya, udah pasti yang namanya anxiety itu bakalan menyebar dengan cepat kek virus corona sendiri. Kalau penghuninya bapak-bapak kudet udah pasti bakal di forward kemana-mana.  Padahal kalau dia cerdas, udah sih berita itu stop di diri lo ajah. Saya pribadi adalah orang yang gak pernah nyebar pesan / berita dari grup kalau gak penting banget!

Hemat saya sih jangan jadi orang yang gampang share berita begituan. Cukup diri lo aja yang baca atau pun di skip aja. Cari artikel yang lebih informatif dan berguna ketimbang nakut-nakutin kek begitu. Fungsi nya apa nakut-nakutin kek begitu? Cerdas lah sedikit untuk gak spread hal yang gak banget kek begitu. Kita aware akan corona tetapi jangan sampai kita dan kebahagiaan kita tertindas sama corona.

Kalau misalnya ada berita tentang RS penuh, Wisma atlet penuh, dll, mesti diteliti dulu sumber dan kebenarannya. RS penuh bukan berarti semua kena corona khan? Wisma atlet penuh juga sama. Jenis yang diserang corona kan beda-beda. Ada yang fatal, ada yang gak berasa apa-apa, dll. Apa-apa sekarag bisa dicoronakan. Hal ini tentu aja bikin orang jadi males ke RS kalau sakit dikit. Akibatnya orang yang emang sakit karena corona jadi males ke RS karena takut divonis dan bikin drop. Atau orang yang gak kena corona tiba-tiba dia ke rumah sakit tiba-tiba dibilang corona juga bisa bikin drop kan?

Contoh lainnya : Berita yang bersumber dari "katanya". 

"JAKARTA DARURAT CORONA", 

"JAM MALAM DI JAKARTA" dll dll 

dan yang menyebarkan malah orang Bekasi, Bogor, dll Bukan orang Jakarta asli. Padahal ketika saya confim ke orang-orang yang ada di Jakarta mereka bilang "Corona memag masih ada, tapi Jakarta masih biasa-biasa aja. Beritanya aja yang terlalu berlebihan." Nah, Khan!

Tapi tentunya saya juga gak menyangkal dengan kenaikan penderita yang meningkat, korban yang bertambah, dan lainnya. Cuma sekali lagi : DONT TO MUCH SCARE! Apapun yang terjadi adalah all about your mindset. Emang elu mau hidup dalam ketakutan, anxiety, dll terus-terusan? Jadi mulailah berdamai dengan hati dan pikiran. Kuatkan imun dan iman.

Saya sekali lagi menolak membaca berita yang gak infomatif dan cenderung menakut-nakuti. Saya menolak untuk tertindas dengan berita-berita itu. Saya mau membuat diri saya happy aja. Do what make you happy!

Kalau ada yang bilang : "Halah, ntar kalau lo kena corona, elo bakalan ngerasain sendiri dan gak bakal nulis kek begini."

Jawab aja : "Semua hidup dengan persepsi masing-masing dan Allah mengikuti prasangka hamba-Nya." *kibas poni.

Eh, tapi serius deh, saya lihat penonton EURO 2021 itu hampir sebagian besar gak pake masker. Kok bisa? Apa di negara itu gak ada corona apa corona udah gak mau dateng lagi?

"Mereka kan lockdown nya jalan, pake maskernya juga tertib. Lah, Indonesia gimana? Rakyat nya gimana?"

Loh...loh...loh... Kok jadi nyalahin rakyat? Seharusnya yang disalahin itu pemerintahnya! Mereka yang membuat kebijakan. Rakyat mah tergantung gimana pemerintahnya.

Liat aja sekarang, sekolah ditutup, masjid ditutup, mudik dilarang, tetapi pilkada tetap diadakan dengan masa membludak kagak jaga jarak, lockdown cuma hangat-hangat tokai ayam, bandara tetap dibuka, influencer dibayar pake uang rakyat buat promosi Indonesia, dll. Kalau kayak gini gimana rakyat gak mau esmosi. Tapi, ya rakyat udah males juga kayaknya sama pemerintah.

Akhirnya kita sendiri lah yang harus mengerti dan menjaga tubuh kita. Karena mengandalkan orang lain buat jaga kebersihan, pakai masker, dll gak dapat kita kontrol 100%. Lakukan apa yang kita dapat lakukan dan jika tetap terpapar, you must keep your mind positive!

Jadi stay healthy ya, friends! Terapkan kebiasaan hidup sehat. Makan yang baik dan selalu percaya bahwa kita akan melewati ini semuanya. Keep Fighting!

Terus pemerintah gimana? Udahlah SKIP aja! Udah kayak lawak aja mereka mah. Wkwkwkw....

***

Bekasi, 23rd of June 2021, 14.46

@My office


#Keepwriting #Writingforyourlife #teacherjournal #talk2talk

Monday, June 21, 2021

Values VS Results!

 



"Sebaiknya menggunakan dua device aja, hape dan laptop agar tidak terjadi kecurangan"
"Wah kok bisa ya, anak itu nilainya 100 semua? Padahal khan...."

Obrolan ini beberapa kali sering saya dengar dari rekan-rekan saya. Belajar online menciptakan murid-murid baru yang memiliki nilai yang fantastis padahal selama ini jika belajar tatap muka anak itu memiliki nilai yang pas-pasan bahkan cenderung di bawah KKM.

Saya teringat kejadian beberapa puluh tahun lalu saat Ujian nasional kelulusan SMA. Saya yang waktu itu tercatat sebagai juara umum prodi IPS berhasil dikalahkan oleh seorang teman saya yang ranking di kelas aja kagak. Waktu itu dia menjadi pemilik NEM tertinggi seangkatan. Bayangkan aja NEM nya dia itu rata2 9 koma. Ulala...

Waktu zaman itu memang bocoran merebak luas dan seorang teman sekelas saya sampai minta bantuan saya untuk mengisi soal bocoran itu. Yekaleee.... Saya sempat melihat sekilas soal itu dan ternyata plek ketiplek sama dengan soal yang keluar pada hari H. Teman saya itu kebetulan orang tuanya memiliki percetakan yang mencetak soal UN tersebut! OMG!

Kecewa? Tentu aja. Bagaimana bisa temen yang malas belajar dapat nilai tinggi sedangkan saya nomor kesekiannya. Sempat beredar UN mau diulang, tapi you know lah... Pemerintah Indonesia getooo....

Kemudian hari saya baru tersadar saat ada orang yang berkata pada saya : "Nilai tinggi jika dilakukan dengan cara yang tidak benar tentu tidak ada barokahnya. Suatu yang dimulai dengan kecurangan maka orang tersebut akan terus melakukan kecurangan. Tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang yang curang khan? Tau sendiri kan bagaimana Al-Qur'an menggambarkan orang-orang yang curang."

Saya pribadi saat menjalankan kelas online ini memberikan kepercayaan penuh kepada anak dan orang tua. Jika ulangan harian maupun PTS dan UAS, saya tidak akan ikut campur dengan bagaimana melaksanakannya. Saya hanya menekankan "kejujuran yang utama" karena kita sama sekali tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di seberang laptop, khan? Mau pakai hape atau laptop bersamaan, jika memang value anak itu sudah tidak jujur maka akan menjadi habbit bagi anak itu yang menjadi cerminan dari orang tuanya.

Ada anak yang di real class biasa-biasa aja tapi selama online learning ini nilainya perfect 100 semua. Saya gak bisa berbuat banyak, karena memang yang muncul di result GF saya, anak itu memang menjawab semua pertanyaan dengan benar. Prosesnya? Wallahu'alam bishowab.

Anak yang pintar? Ada yang perfect juga dan ada yang salah satu atau dua nomer.

Paling saat nilai dirilis saya akan mengingatkan pada murid-murid, "Inget ya, kejujuran yang utama. Murid dapat nilai 100 itu udah banyak, tapi murid yang memiliki nilai-nilai kejujuran itu langka." atau pura2 nuduh sambil bercanda.

Saya berusaha memberikan dan mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan kepercayan kepada mereka. Memang saya tidak tahu prosesnya, tapi kan ada Allah yang meihat. Jika mereka yang diberikan kepercayaan lalu melakukan kecurangan, itu bukan kerugian bagi saya itu tetapi problem hidup dia yang terbiasa berbuat curang. Jika ketahuan, akan saya tandai dan jika tidak ketahuan, itu urusan dia sama Allah.

Apalagi yang saya ajarkan anak-anak kecil (SD). Cukup latih dia dengan memberikan kepercayaan dan nilai-nilai kejujuran. Maksa-maksa pake banyak device cuma akan membuat mereka tambah tertekan. Yang kita lihat proses bukan result. Kalau mereka tidak jujur atau menyalahgunakan kepercayaan, biarkan aja. Toh dalam proses itu tidak harus selalu lurus khan? Cukup nasehati mereka jika ketahuan. Itu akan menjadi patokan mereka untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Tapi bagaimana anak-anak kelas 1 atau 2 SD bisa melakukan kecurangan dan tindakan tidak jujur? Mereka meniru! Siapa yang ditiru? ORANG TUA!

Banyak orang tua yang takut anaknya dapat nilai jelek, jadi mereka berusaha mati-matian membantu sang anak agar nilainya tetap bagus. Jika dalam ulangan ada soal yang disalahkan padahal jawabannya sudah dikasih tahu orang tua, alih alih anaknya yang protes, malah orang tuanya yang protes. Sebagian orang mungkin menganggap ini wajar karena mewakili anaknya yang masih kecil dan belum berani. Jutru hal ini, bagi saya, mematikan keberanian dan sikap kritis anak. Orang tua akan berkata "Kok disalahkan sih jawabannya? Sini mama tanya guru kamu!" dengan begini si anak setiap ada permasalahan secara tidak langsung akan membiarkan orang tua nya untuk menyelesaikan masalahnya. Jika dari awal si anak yang disuruh maju untuk bertanya pada gurunya, maka selain melatih keberanian juga akan tertanam nilai : kalo merasa ada yang salah kamu harus menyelesaikan sendiri.

Gw pernah loh diteror orang tua. Di WA berkali-kali dengan kata-kata mengintimidasi seolah dia adalah orang yang paling benar. Sampai bilang "Kalau sampai anak saya depresi bagaimana?" padahal anak itu pernah menulis saya sebagai guru favoritnya. Dalam hati, saya bilang "Iya, depressi gegara punya ortu kek elo!" wkwkwk

Ketika orang tua mulai membantu anak dalam ulangan online atau yang lebih parahnya menyewa orang atau lagi mengerjakan ulangan si anak, maka si anak akan mencontoh apa yang dilakukan si orang tua. Otak mereka akan merekam bahwa "berbuat curang itu gak apa apa loh, orang tua saya aja melakukannya."

Duh, akhirnya terbentuklah mindset pada anak itu yang jika tidak diingatkan dan diluruskan akan terus terbawa dalam karakternya.

Anak-anak pintar tentu tidak akan kesulitan jika mengerjakan ulangan online tanpa didampingi orang tua. Atau jika orang tua yang menemani mereka benar, maka mereka yang menjadi perwakilan dari gurunya untuk mengawasi ulangan. Baik belajar online ataupun offline, orang tua tipe seperti ini akan tetap menekankan nilai-nilai kejujuran dan kerja sendiri. Jadi orang tua adalah kunci.

Saya pernah mendapati teman yang ingin memberikan piagam ala ala buat anak-anak di kelas yang nilainya 100. Terus saya kasih masukan deh : "Belajar online kayak begini jarang yang nilainya murni, ngapain juga ngasih penghargaan nilai tertinggi untuk anak yang belum tentu mengerjakannya dengan jujur. Bisa-bisa mereka menganggap harus mendapatka nilai 100 dengan cara apapun agar bisa mendapat penghargaan."

Salah satu dampak buruk dari sistem reward dan ranking adalah menciptakan anak yang ambisius, bersaing, patah semangat, pendendam dan menghalalkan segala cara untuk menjadi yang terbaik. Di sekolah IHF (Indonesia Heritage Foundation) tempat saya pernah mengikuti pelatihan karakter, menghilangkan sistem ranking dan tidak memberikan hasil ulangan kepada anak-anak. Semua nilai akan dikasih tahu kepada orang tua. Mereka menekankan value bukan result. Mereka membentuk karakter anak sesuai dengan kepribadian Indonesia. Nilai dan lain-lain hanyalah pelengkap saja. Jadi anak-anak benar-benar menikmati proses belajar tanpa penuh tekanan.

Mungkin jika ulangannya dilakukan secara offline di kelas sebagaimana biasanya, boleh-boleh aja memberikan piagam untuk nilai terbaik karena mereka mengerjakan di kelas dan terpantau oleh guru.

Sayangnya sistem pendidkan di Indonesia ya seperti itu. Semua ingin menjadii yang terbaik hingga segala cara dilakukan. Gonta ganti kurikulum sehingga guru dan murid disibukkan dengan teori sampai mabok. Semua tujuannya adalah nilai, nilai dan nilai. Akhlak bobrok? Gak peduli! Maka orang-orang akan berpikir : gak apa-apa bobrok yang penting pintar, yang penting juara, yang penting menang!"

Daaaaan.... lihatlah generasi Z sekarang. Terbiasa mengucapkan kata-kata kasar ataupun jorok serta bertingkah laku nyebelin. Lihat aja di tiktok, bejibun sound dengan kata-kata kotor atau video "artis" dadakan yang gak berisi sama sekali. Lihat juga komentar di akun-akun gossip dari netizen yang bikin gw istighfar. Ya karena tadi, akhlak itu bukan nilai utama. Value itu bukan hal penting.

Kalau udah begini siapa yang salah? Gue? Temen-temen gue? Emak gue?? (kibas rambut ala Cinta di A2DC).

Jadi... ayo jangan terbalik-balik. Bukan "Gak apa-apa akhlak bobrok, gak apa-apa gak jujur, gak apa-apa nyontek, gak apa-apa berbuat curang, yang penting bisa juara kelas, bisa jadi direktur, bisa jadi PNS, bisa masuk PTN, dll dll." Coba diubah dengan : "Nilai tinggi, jabatan tinggi, jadi PNS, masuk PTN favorit, akan kehilangan makna jika dilakukan dengan cara curang dan tidak jujur. Karena berawal dari akhlak yang baiklah maka kehidupan kita akan menjadi baik. Insya Allah."

Tapi paling klo gw ingetin gini biasanya dijawab : "Halah... orang lain juga ngelakuin, bukan gue doang!"

Kalo jawabannya udah begitu, ya udah, terserah lo sama keluarga lo aja! Wkwkwk.
***

Bekasi, 21st of June 2021, 11.20 am
@ My office

#keepwriting #teacherjournal #talk2talk


Monday, June 14, 2021

English 4th Grade Practise : Unit 6 - 9


 Salam Everyone!


Here's a link for you to practise english preparation for Final Test.

You just click this link below :


SOAL LATIHAN ENGLISH 4TH GRADE


You don't have to print it out, just write the answers on your book!

Goodluck everyone!


Translate :

Berikut adalah link latihan PAT Bahasa Inggris. Tidak perlu diprin (jika tidak ada printer) tetapi cukup tulis jawaban soalnya di buku tulis.


TIDAK PERLU DIKUMPULKAN ATAU LAPORAN VIA WA.


Thank you so much!


Mr. Yass Ferguson