Saturday, February 25, 2017

One Step Closer



" Every soul will taste death, and you will only be given your [full] compensation on the Day of Resurrection. So he who is drawn away from the Fire and admitted to Paradise has attained [his desire]. And what is the life of this world except the enjoyment of delusion "
***

Telepon rumah saya berdering. Pagi itu baru saja subuh berlalu dan orang-orang baru pulang dari masjid. Saya enggan mengangkat telepon itu. Telepon di rumah memang sudah jarang digunakan. Alat itu hanya digunakan untuk menyambung jaringan internet saja. Terlebih semua anggota rumah sudah memiliki ponsel, jadi semakin jarang yang menggunakan telepon itu.

Ayah saya yang mengangkat. Kakak saya yang menelepon. Dia mengabarkan bahwa suaminya sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit setelah beberapa hari dirawat. Kakak saya meminta untuk diberitahukan kepada anggota keluarga yang lain karena saat menghubungi lewat ponsel tidak ada yang mengangkat. Mungkin wajar, karena waktu masih pagi sekali.

Ayah saya bergegas mengeluarkan motornya dan berangkat menuju rumah sakit tempat kakak ipar saya dirawat. Saya meneruskan aktivitas pagi saya sebelum berangkat kerja, mandi, berpakaian, dan pergi ke tempat kerja. Sehari sebelumnya saya sudah tidak masuk kerja karena banjir yang masuk ke rumah kami. Jadi saya mengurungkan niat untuk membersamai ayah saya. Saya pikir mungkin sepulang mengajar saya bisa mampir.

Kakak ipar saya memang sedang mengalami masalah dengan kesehatannya. Sudah bolak balik rumah sakit dan menjalani pengobatan yang panjang. Beberapa kali dibawa ke UGD dan sehat kembali. Namun yang sekarang tampaknya lebih serius, karena sudah beberapa hari di rumah sakit dan belum diperbolehkan pulang. Dari informasi yang sempat saya tanyakan, paru-paru kakak ipar saya sudah terendam. Dulu dia salah seorang perokok namun sudah berhenti beberapa tahun yang lalu.

Motor saya baru saja dikeluarkan, lalu terdengar suara mikrofon dari masjid terdengar menyeruak di angkasa. 

"Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh..."

I felt bad after hear this. Dan benar saja, pengumuman di masjid itu mengabarkan bahwa kakak ipar saya telah meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi Rajiun. Hanya kepada Mu lah kami semua akan kembali.

***

Beberapa tahun sebelumnya, saya kehilangan Ibu saya. Saya masih ingat betul hari itu. Minggu menjelang malam, untuk pertama kalinya saya enggan untuk pulang ke rumah dari kost saya. Biasanya saya memang selalu pulang ke rumah setiap minggu, tapi entah kenapa minggu itu saya terasa berat sekali pulang ke rumah. Hari itu menjadi THE WORST day of my life. MY VERY VERY VERY BAD DAY! Losing your love one feels like loosing your soul. There's no need to do everything except crying all day. Omg! Worst...worst...worst...

Saya dan ibu saya memang sangat akrab.Tapi saya tak pernah terbuka padanya, bagi saya agak risih aja kalau menceritakan pengalaman pribadi ke ibu. Karena saya anak terakhir maka saya sering bermanja-manja padanya. Seringkali saya juga bercanda dengannya, semisal dengan mencubit pipinya dan lainnya. Sobat akrab saya, Aris, sampai sering tertawa ngakak melihat keakraban saya dengan ibu saya yang sering saya bercandain. 

"Ente sama mommy ente bener-bener akrab ya, Yas. Ada gak ya ikhwan yang keakrabannya kayak ente sama mommy ente," ujar si Aris.

Namunhari kehilangan beliau benar-benar raga saya kehilangan segalanya. Mengingatnya saja sekarang sudah membuat saya ingin menangis. Mengenangnya... ah, sepertinya saya tidak sanggup. Hari ini semua perasaan sesal, sedih, kehilangan, dll seolah menjadi satu. Melihat orang yang sangat dekat denganmu dan amat sangat kita cintai membujur kaku dihadapan kita tanpa kita bisa berbuat apa-apa. Terlebih lagi jika kita merasa bersalah besar pada orang itu. Menangis pun rasanya USELESS. Benar-benar tak ada gairah hidup setelahnya. Merenung berhari-hari di kamar, kemudian saat bekerja mencuri waktu ke toilet dan menangis kembali saat mengingatnya, kehilangan nafsu untuk makan, merasa seperti half of my soul has taken away! The most enermous sadness!

Tak lama setelah kehilangan Ibu, saya kehilangan Murobbi saya. Beliau memang sudah beberapa tahun terkena kanker nesofaring dan pada saat kematian beliau, beberapa kali beliau mengalami kondisi tak sadarkan diri. Namun semangat beliau amat sangat luar biasa! Dia adalah orang yang paling bersemangat yang pernah saya kenal. Bahkan di saat sakit beliau, beliau masih merasa optimis dan anti mellow. Beliau masih sibuk membantu orang lain. Semangat beliau itulah yang kadang membuat saya kangen pada beliau. Teringat suatu malam saat saya sedang ada masalah berat, saya datang ke rumah beliau dan mencurahkan semua uneg-uneg sama sambil menangis sejadi-jadinya. Atau teringat kenangan pada saat saya tinggal jauh di Yogyakarta dan homesick, beliau yang selalu menguatkan. Benar-benar kangen sekangen-kangennya dengan beliau.

Waktu itu hari Jum'at. Jam mengajar saya full jadi saya tidak sempat membuka-buka ponsel saya. Seusai sholat Jum'at, di layar ponsel saya tertera beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan via wa yang membanjiri ponsel saya. Saya benar-benar tidak ada feeling apa-apa saat membukanya. Ternyata di grup wa teman-teman SMA angkatan saya sudah banyak yang berkirim ucapan istirja. Saya belum paham siapa yang meninggal, sampai akhirnya saya menemukan nama Murobbi saya tertera disana.

Setelah mencari kepastian dengan menelepon sahabat-sahabat saya, maka saya segera melarikan motor saya ke tempat murobbi saya. Perjalanan Bekasi - Depok yang jauh terasa semakin jauh dengan mengingat wajah murobbi saya. Sepanjang perjalanan saya menangis mengingat kebaikan beliau pada saya. Hingga akhirnya saya harus berpisah dengannya di makam itu, rasaya ingin sekali membuka mata saya dan mengatakan bahwa ini adalam mimpi. Sometimes reality bites harder!

Kehilangan yang terlampau sakit lainnya juga saya rasakan saat saya kehilangan kakak saya. Terlebih saat itu saya sedang mengalami heart feeling dengannya. Lagi-lagi berita itu saya terima pagi-pagi. Kakak saya sedang dibawa ke UGD. Namun saya masih malas untuk menjenguknya karena heart feeling itu. Tak lama setelah saya selesai mengajar, saya menerima wa yang isinya mengabarkan bahwa kakak saya telah tiada. It's really pounding my heart. Lagi-lagi saya hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Feel guilty nya itulah yang membuat saya merasa tersiksa. Perlu beberapa waktu untuk akhirnya berdamai dengan keadaan ini. 

***

Memaknai kematian sepertinya susah untuk dijelaskan. Bisa jadi itu terlampau cepat, bisa jadi pula itu terlampau lama. Bisa jadi orang yang pergi itu baru saja berada di hadapanmu, dan detik berikutnya dia sudah membujur kaku di depanmu. Bisa jadi senyumnya adalah pertanda yang terakhir kali namun kita tidak memahaminya. Bisa jadi pula, dia mengucapkan sesuatu yang memberikan kita kode tapi kita baru menyadarinya setelah dia pergi untuk selamanya. Selamanya, kematian adalah sebuah misteri.

Allah sendiri sudah menjelaskan semuanya dalam Al-Qur'an bahwa kematian itu cepat atau lambat pasti akan datang menghampiri kita. Dengan berbagai cara yang kita tidak tahu. Kematian seseorang itu akan mengikuti kebiasaan dari orang tersebut (Naudzubillahi Min Dzalik). Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kita makhluk bernyawa, dan kita pasti akan merasakan mati.

Saya teringat akan kisah Nabi Sulaiman dengan Malaikat Maut. Waktu itu Malaikat maut sedang berkunjung ke tempat Nabi Sulaiman. Salah seorang teman Nabi Sulaiman juga sedang berkunjung. Saat itu Malaikat maut kaget menatap teman Nabi Sulaiman. Dia memandang orang itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sang teman yang merasa diperhatikan dengan seksama itu merasa tidak sendiri. Dia merasa tidak nyaman. Dia tidak tahu kalau itu adalah Malaikat Maut, namun pandangannya yang tajam membuat dia menjadi ketakutan sendiri. Dia pun mendekati Nabi Sulaiman dan membisikinya.

"Wahai Nabi Sulaiman, tolong pindahkan ke sebuah gunung yang tinggi. Aku merasa tidak nyaman dengan tatapan temanmu itu," ujar teman Nabi Sulaiman sambil memandang Malaikat Maut yang belum berhenti menatapnya.

Nabi Sulaiman pun dengan kemampuannya segera memindahkan sang teman sesuai permintaannya. Kemudian dia mendekati Malaikat Maut yang masih tampak kebingungan.

"Wahai Malaikat Maut, kenapa kau memandangi orang itu dengan tatapan aneh. Adakah yang salah dengannya?" ujar Nabi Sulaiman.

Malaikat Maut menatapnya dan mengatakan, "Aku merasa heran. Hari ini aku menerima perintah untuk mencabut nyawanya di sebuah pegunungan yang tinggi, tetapi kenapa orang itu ada disini,".

Masya Allah... sungguh maut itu tidak mengenal tempat dan waktu. Jika memang sudah waktunya maka pasti tak akan bisa digeser walaupun sedetik. Tak bisa ditunda, tak bisa dinegosiasi, tak bisa dialihkan. Semua tunduk pada ketetapan Nya. Dialah yang menjadi pemutus kenikmatan dunia, pemutus hubungan anak dan orang tua, pemutus kesenangan yang sementara yaitu dunia.

Pada awal kita menerima berita kelahiran, kedatangan seorang bayi mungil, yang kemudian menjadi besar dan dewasa. Kita menerima kabar-kabar kebahagiaan dengan hadirnya orang-orang disekeliling kita yang membuat kita tertawa, menangis, bahagia, sedih, dan lainnya. Namun kemudian kita menghitung kehilangan kita. Satu per satu mulai meninggalkan kita tanpa kita pernah bisa menduganya. Kelahiran seseorang itu bisa diprediksi, namun kematian seseorang itu hanya Allah yang tahu. 

Perlahan-lahan saat umur kita semakin bertambah, orang-orang disekeliling kita pergi satu persatu. Pada saatnya maut itu akan menghampiri kita juga. Hari-hari kita adalah hari-hari di mana kita mendekat selangkah demi selangkah menuju titik kita kembali kepada Nya. Bagi orang yang beriman, kematian adalah sesuatu yang membahagiakan karena disitulah tempat mereka bisa bertemu dengan Rab yang selalu mereka rindukan setiap waktu. Sedangkan bagi mereka yang terlampau jauh dari Allah (I think, I'm one of them 😭  ), kematian adalah suatu hal yang menakutkan, mengingat banyaknya kesalahan yang telah dilakukan. Alangkah indahnya jika taubat menjadi pintu perubahan dan titik balik dari kita sebelum maut menghampiri. Insya Allah. Semoga Allah selalu mempermudah kita pada saat detik-detik kematian kita, dan meridhoi amalan yang kita lakukan. Pada saat waktu itu datang, semoga saya dalam keadaan baik Ya Allah. Aamiin Ya Rabbal Alamin

***

Pada saat kondisi sakratul mautnya, Nabi Muhammad meminta kepada Malaikat Izrail untuk menimpakan semua sakratul maut ummatnya hanya kepadaya. Beliau merasakan betapa dahsyatnya sakratul Maut ini sehingga beliau merasa umatnya tak akan sanggup memikulnya.

Namun Malaikat Jibril menolaknya. Dia mengatakan bahwa semua jiwa akan merasakan betapa dahsyatnya sakratul maut. Nabi Muhammad pun berlinang air mata.

Ya Rasulullah, jika engkau saja yang maksum merasakan dahsyatnya sakratul maut, bagaimana dengan kami ummat mu, Ya Rasul? Tak sanggup bagi kami untuk membayanginya 😭😭😭  

Sebuah bait nasyid, Pergi Tak Kembali, dari Rabbani semoga bisa menjadi penguat kita untuk terus memperbaiki diri agar bisa menemui kematian dengan cara yang baik.

Selamat tinggal pada semua
Berpisah kita selamanya
Kita tak sama nasib di sana
Baiklah atau sebaliknya
Berpisah sudah segalanya
Yang tinggal hanyalah kanangan
Diiringi doa dan air mata
Yang pergi takkan kembali lagi


Kami berserah diri kepada Mu, Ya Allah. Jadikan kematian itu mudah bagi kami dan bukan sesuatu yang kami takuti. Jadikan ia sebagai jalan menuju puncak kerinduan kami untuk bertemu dengan Mu, Wahai Tuhan Semesta Alam***(yas)


Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya. (QS. Ali Imran : 185)


Jakarta, 27th of February 2017
18.03 @Carl's Junior Buaran



They are Who had already gone 😭😭

The worst day in my life. It still hurts whenever I remember this

He laid down here. I miss him everyday and still counting

Im feeling guilty to her. If I could change this feeling. It sucks!

No comments: