Saturday, February 18, 2017

The Leader




O you who have believed, do not betray Allah and the Messenger or betray your trusts while you know [the consequence].


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.


(QS. Al Anfal ayat 27)


***

Rasulullah telah tiada. Mata-mata itu masih mengembang air mata, berusaha menerima dengan keras bahwa orang yang mereka cintai lebih dari mereka sendiri telah tiada, meninggal mereka untuk selama-lamanya. Entah bagaimana kehidupan mereka selepas Rasul mulia itu tiada.

Beberapa orang sedang menyendiri dengan tangis yang pecah menggelegak. Beberapa yang lain terlihat saling menguatkan dan berusaha menerima takdir Allah ini. Beberapa yang lain tetap berusaha tegar, tapi mata itu memerah, lebih merah daripada saga yang terlihat di langit sore. Beberapa yang lain sedang mengelilingi Abu Bakar Ash Shidiq.

Abu Bakar menerima kepergian Rasulullah dengan lapang dada. Namun sesak itu belum lagi hilang. Air mata masih mengenang. Mengenang saat bersama Rasulullah, seperti mengungkit luka yang mendalam. Perih. Terlebih ketika orang terdekatnya itu sudah tiada. Ah, Abu Bakar tak tahu apakah dia bisa membiasakan hidup tanpa Rasulullah?

Tak lama, setelah itu, beberapa sahabat terlihat sibuk menentukan siapa yang akan menggantikan posisi Rasulullah. Nama Abu Bakar disebut-sebut kemudian karena orang-orang melihat isyarat Abu Bakar sebagai pengganti Baginda pada saat sholat subuh terakhir Rasulullah. Saat itu Rasululloh sudah tak bisa memimpin sebagai imam, maka dia meinta Abu Bakar untuk menggantikannya.

"Engkaulah yang pantas menggantikannya, ya Abu Bakar. Isyarat dia memperlihatkan pada kami bahwa beliau telah merestui engkau sebagai penggantinya,"

Hati Abu Bakar kebat kebit. Dia tidak terbiasa dengan ini. Dia tidak menginginkan jabatan itu. Andaikan dia diharuskan, maka dia ingin mendengar permintaan itu langsung dari Rasulullah SAW.

Perdebatan pun menjadi semakin sengit. Sebagian menginginkan pengganti Rasululloh adalah bangsa Quraisy, sebagain yang lain punya pendapat yang lain. Kaum Anshar sendiri menginginkan Said bin Ubaidilah yang menggantikan posisi Rasulullah.

Ketika kondisi semakin pelik, Abu Bakar memberikan suaranya.

"Bagiku yang lebih pantas menggantikan Rasulullah SAW adalah Umar dan Ubaidah bin Jarrah. Merekalah yang terbaik bagiku,"

Sungguh, Abu Bakar ingin masalah ini cepat selesai dan dia tak menginginkan jabatan itu.

Umar dan Ubaidilah menolak. Tak ingin masalah semakin rumit, Umar pun angkat bicara, dia segera membaiat Abu Bakar. Bagi Umar, Abu Bakar lah yang selama ini setia menemani Rasulullah. Dia pula yang menemani Rasulullah ketika hijrah ke Madinah. Abu Bakar selalu melakukan amal yang tak mampu dilakukan orang-orang yang lain. Dia lah yang patut menjadi menjadi khalifah pertama.

Ubaidah pun mengikuti langkah Umar, berbaiat pada Abu Bakar. Abu Bakar menangis merasa bahwa dia akan memikul amanah yang sangat berat. Dia tahu bagaimana Rasulullah menghabiskan waktunya menerima amanah kaum muslimin. Apakah dia bisa mengikuti jejak kekasihnya tercinta itu?

Pada akhirnya Khalifah pertama umat Islam yang terpilih adalah Abu Bakar Ash Shidiq. Dia menerima amanah yang berat ini dengan linangan air mata.

***

" Kamu terpilih menjadi salah satu calon ketua Rohis, Yass,"

Bang Hakim (Allahuyarham 😭 ) berbicara pada saya seusai sholat Jum'at. Waktu itu saya bersama dengan si Camal, yang akhirnya terpilih menjadi ketua Rohis.

Saya langsung menolak. Bagi saya menjadi pemimpin adalah The worst nightmare. Berat bro! Maka dari itu saya selalu menolak jika diberikan amanah sebagai ketua. Bagi saya bekerja sebagai "dayang-dayang" (sekretaris, bendahara, dll) lebih safe daripada menjadi ketua. Kebetulan saya orang yang kreatif, jadi saya selalu dimasukan di bidang acara maupun humas atau mading.

Pada akhirnya Bang Hakim tetap resist. Dia memberikan penguatan yang baik dan logic. "Kita coba dulu ya, Yass. Amanah itu memang berat, tetapi jika tidak ada yang mau memegang amanah bagaimana?".

Dan jadilah saya sebagai salah satu calon kandidat Ketua Rohis zaman SMA. Saya inginnya memastikan bahwa itu adalah yang pertama dan terakhir, tetapi dalam perjalanan hidup saya sempat ditawarkan beberapa jabatan ketua yang semua sukses saya tolak. Im not interested!

Maka dari itu saya selalu heran dengan adik-adik kelas saya, maupun teman-teman saya yang seolah bernafsu untuk menjadi Ketua di organisasinya. Anehnya, keabnormalan versi saya ini menjadi pelecut adik-adik kelas saya yang lain. Jika memperkenalkan diri di depan sebuah forum alumni, mereka tak akan lupa menambahkan embel-embel ketua ini ketua itu. Jika mereka tidak menyebutkan maka "dayang-dayang" mereka selalu menyebutkan. Bikin hidung mekar sih...hahahaha...

Saya dan Aris, sobat saya, selalu geleng-geleng kepala. Bagi kami ini adalah virus. Ya, virus yang bisa merusak tatanan pengertian amanah yang sebenarnya. Terbukti pada akhirnya, usai menyelesaikan amanah di dakwah sekolah, beberapa adik kelas saya ini jarang yang mau membantu adik-adiknya di dakwah sekolah dan memilih memburu gelar di kampus. You've done so well dudes!

Lalu apa itu amanah? Ih, saya bukan mau bahas amanah secara bahasa ataupun istilah ya. Udah banyak tuh di blog-blog lain yang ngebahas itu. Amanah yang saya ingin bahas kali ini adalah yang berkenaan dengan kepemimpinan.

Menjadi pemimpin adalah mengemban amanah yang sangat berat. Seperti prolog yang saya sebutkan di atas bahwa Abu Bakar andaikan bisa, dia pasti tidak ingin menjadi khalifah yang pertama. Di tengah perdebatan yang memanas dan menyebabkan terbentukya dua kubu. Namun dengan kesadaran penuh, akhirnya dia menerima jabatan itu dikarenakan banyak orang yang membaiat dirinya. Sehingga bagaimanapun sepeninggal Rasulullah mesti ada yang memimpin umat ini.

Beberapa suksesi kepemimpinan yang saya pernah ikuti, rata-rata calon yang terpilih tidak menginginkan jabatan itu. Mereka maju karena ada kepercayaan dari orang-orang yang mendukungnya. Kemudian dengan berat hati mereka maju ke medan laga. Jika mereka terpilih mereka bersyukur, jika mereka tidak terpilih mereka bersabar dan bukan hal yang membuat mereka sedih. Jika akhirnya mereka terpilih, maka mereka berlinang air mata karena takut dengan amanah yang berat ini serta takut mereka tak akan sanggup menjalanin amanah ini. Ucapan yang keluar dari mulut mereka adalah kalimat istirja yang dilanjutkan dengan speech singkat tentang amanah yang berat dan kisah bagaimana Rasulullah menerima amanah sambil tetap sibuk menghapus air mata yang mengank sungai.

Selanjutnya tipe pemimpin seperti ini maka dia akan selalu berhati-hati dalam bertindak. Selalu mengambil keputusan yang mengutamakan orang banyak, yang paling banyak manfaatnya. Yang mendukungnya akan semakin mencintainya dan yang belum mendukungnya akan beralih simpati hingga kemudian balik mendukungnya.

Ada orang yang seperti ini? Ada! Saya menyaksikan bagaimana pemimpin ini kemudian menjadi inspirasi bagi yang lain.

Bagi mereka yang mengejar jabatan itu, maka mereka akan melakukan berbagai cara untuk meraihnya. Memanipulasi sikap mereka baik dengan pencitraan maupun dengan berpura-pura. Jika terpilih mereka melakukan hal pura2 lagi, untuk kemudian meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan jabatan yang dipunyainya. Padahal tidak ada satu pun pelanggaran amanah yang dijalaninya, melainkan Allah akan membalasanya. Setelah lepas dari jabatan ini maka dia akan tidak diingat, dan disyukuri oleh orang-orang lain.

Betapa dahsyatnya amanah ini, maka penghuni alam pun menolaknya :

Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Pada akhirnya kita akan menanggung apa yang kita perbuat. Memilih pemimpin yang baik tentu akan membuat kita menuju ke arah yang baik pula, membuat semuanya menjadi baik, dan menitipkan amanah kita pada orang yang kita percaya. Tipe pemimpin yang anti tipu-tipu dan besar bukan karena produk citra body lotion eh PENCITRAAN.


Untuk itu seberat apapun amanah menjadi pemimpin pasti saya menolak. Saya berusaha untuk mejadi pemimpin bagi diri sendiri dulu. Masih banyak orang yang lebih berkompeten daripada saya. Saya tak pernah berambisi menjadi pemimpin lalu mengobral jabatan saya di medsos. It's not so me!

Jadi, dalam memilih pemimpin yang amanah saya selalu berpatokan, yang amalnya seperti Abu Bakar Ash Shidiq, yang garang seperti Umar bin Khatab, yang kaya seperti Utsman bin Affan, dan cerdas seperti Ali bin Abu Thalib. Perfect combination! Hehehehe.... Susah sih, tapi Insya Allah yang mendekati banyak. Pemimpin yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik pula. Oke oce!***(yas)


“Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)




Jakarta, 18th of February 2017

18.52 pm @my room



Foto cetar Bareng Pak Almuzzamil Yusuf, Anggota DPR FPKS, yang interupsinya mencetarkan isi ruang sidang. Orangnya humble tapi tegas dan garang!



Nasyid lawas "PEMIMPIN SEJATI" by Nada Murni yang sangat inspiratif.



No comments: