Tuesday, January 23, 2018

Jahat!! (Arrrgggghh!!!! Im very uncomfortable!)

  



(gak selamanya maksud baik, dianggap baik, grrrr!!!)

**

Baru aja selesai ngajar. Mood lagi bagus. Bagi-bagi permen. Seru-seruan. Eh, seusainya...

Tidak ada yang bicara, tetapi ada kata yang tak terucap : "Jangan deket-deket anak lagi, Pak!" titipan beberapa ortu. Guru kelas membela bahwa mereka berpikir terlalu jauh.


WTF!! Jahat!!

Pasalnya? Saya terlalu sering ngefans sama, sebut saja "Bambang" murid kelas 2 yg sopan, baik, dan pintar. Saya sering bangga-banggain dia dan posting foto di akun sosmed saya. Ada indikasi, ya you know lah, LGBT. Saya sudah besar, belum menikah, suka anak-anak. Arrrgggghh!!! Pengen rasanya marah-marah tapi..... Gak guna! Dan bukan ortu si "Bambang" yang protes. Aneh!

Baru kali ini saya dijahatin di sekolah kayak begitu. Dulu juga pernah ada yang menuduh saya seperti itu, tetapi dia khilaf dan sampai datang ke rumah saya bersama istrinya minta maaf. Sakit? Udah pasti. Sedih? Ngetik ini pun sambil nahan air mata. Marah? Pengen maki-maki itu orang tapi apa gunanya?

Andaikan orang itu tau, gimana gak nyamannya "sendirian" kayak begini. Belum lagi dibully sana-sini, lebih tepatnya disuruh cepat-cepat nikah. Kalau saya ceritain bisa-bisa mereka semua pasti stop membully saya. Tapi Im not kind of person like that. Selama masalah masih bisa ditanggung saya dan diadukan ke Allah, gak ada solusi yang lebih bagus daripada meneteskan air mata memohon dengan sangat pada-Nya. Saya tau pilihan Allah lebih baik daripada maunya saya. Waktu yang diberikan Allah akan lebih indah daripada waktu yang sudah saya terka-terka. Kalau sudah begini, siapa yang tak bisa menolak takdir.

Begitupun dengan murid2 saya. Saya gak bisa cuma "gitu-gitu" doang. Saya mau punya bond yang kuat dengan mereka. Membuat mereka nyaman, senang dan gembira. Saya ini Guru, sudah berapa banyak buku yang saya baca tentang "make comfortable class". Mengajar itu passion saya. Kalau bukan passion, ngapain saya bela-belain pagi-pagi berangkat dari Jakarta jam 05.30 pagi, pulang lagi jam 17.00. Niatan saya, they like English lesson. Mereka bahagia dan gak terbebani belajar Bahasa Inggris. Berapa banyak yang akhirnya terbantu di kelas saya. Mereka yang akhirnya mau mengerjakan tugas-tugas Bahasa Inggris, dll. Responnya? Ah, anak saya sudah pintar dari sananya. Yeah, You're RIGHT! Never WRONG!

Saya ini mengajar SD sudah nyaris 10 tahun. Sebelumnya saya ngajar SMA 5 tahun. Dan baru kali ini saya merasa gak nyaman dengan hal ini. Tapi tenang nanti kedepannya saya bakalan biasa lagi.

Tau gak zaman-zaman saya ngajar SMA? Seorang murid yang gak pernah sholat tiba-tiba pinjem sarung ke saya karena kangen sholat Ashar usai pendekatan persuasif saya. Dan dia anak yang paling ditakuti satu sekolah. Seorang murid yang lain tengah malam menelepon saya mengaku bahwa dia telah berzina (ini SMA loh!). Murid-murid wanita yang suka clubbing menangis rebutan mau ikut Rohani Islam usai saya putarkan film tentang kematian. Belum lagi yang tiba-tiba sms untuk sekedar curhat atau minta bantuan. Mereka bayar ke saya? Saya bukan tipikal yg mengharapkan bayaran. Kadang jika kasus sudah selesai saya memberi mereka hadiah. Bukan cuma seorang murid tapi banyak murid. Belum lagi menulis surat memberikan semangat untuk mereka. Apa saya mengharapkan imbalan?

Untuk anak-anak pun begitu. Ada yang tiba-tiba tanpa saya minta, curhat tentang keluarganya. Apa saya langsung suruh mereka musuhin ortunya? Yang ada saya selalu bilang, "Your parents are too kind. They truly love you but they don't know how to tell to you,"

Belum lagi yang pagi-pagi nyamperin saya bilang, "Can you give me a big hug?" anak perempuan, sebut saja Mawar. Apa saya harus menolak dia karena takut disebut LGBT? Yg ada saya malah berucap : “For sure!” Memeluknya tentu aja bukan karena maksud2 lain. Kalian tau pentingnya hugging bagi anak seumuran mereka?

Kali lain, setiap saya lewat anak-anak itu selalu mengejar-ngejar saya. Kalo saya menyebutnya pembully-an terhadap saya. Ini dilakukan rata-rata oleh anak-anak cowok kelas rendah. Menarik tangan saya, melompat ke punggung saya minta digendong, meluk-meluk kaki saya, dll. Apa saya marah-marah? Asalkan mereka senang, it’s ok for me. Ketika mereka sudah mulai keterlaluan, baru saya menasehatinya perlahan-lahan.

Di kelas pun saya merasa “blend” dengan mereka. Sehingga saya bisa membantu mereka dalam belajar. Bermain mime, menari diirngi lagu bahasa Inggris sebagai media pembelajaran, dll. Hal ini tidak mungkin saya lakukan jika saya bersama orang dewasa. Saya malah merasa kikuk. Ketika bersama anak-anak saya menajdi lebih ekspressif. Intinya adalah membuat mereka senang dan gembira.

Pernah satu kasus, ada anak the rudest in the class, dia berbicara kotor. Sebelumnya saya sudah mengingatkan tetapi tidak diindahkan oleh dia. Hingga akhirnya saya benar-benar harus “marah” dan membuat semua anak di kelas terdiam. Tentu saja marah saya bukan marah betulan karena emosi, tetapi marah untuk mengingatkan. Di akhir kemarahan itu saya memeluk the rudest boy itu dan menasehatinya dengan lembut. Can you imagine, mengubah emosi menjadi ketenangan dalam seperkian menit? Cuma guru yang bisa! Kemudian hari, The rudest boy itu tidak berani lagi berbicara kotor di depan saya dan dia begitu semangat mengikuti pelajaran saya.

Untuk anak-anak kelas atas, apakah orang tua tahu betapa kotornya bahasa anak jaman now? Dan mereka kebanyakan berani mengucapkan itu di depan saya! Saya marah? Tak perlu marah, masih bisa menasehati. Mereka bahkan tidak mengerti maksud yang mereka ucapkan sendiri. Ke guru lain, saya tak yakin mereka berani mengatakannya. Mereka akan berpura-pura baik, tetapi mereka bisa berkata begitu pada saya, kenapa? Kenyamanan! Terus saya begitu saja membiarkan mereka berkata-kata buruk di depan saya? Yang sudah-sudah saya memberikan pujian bahwa mereka bisa berkata lebih baik, hal itu malah menghentikan omongan2 buruk mereka.

Lalu apakah mereka selesai sampai disitu? Tahukah kita betapa banyak anak yang feel lost? Itulah perasaan anak-anak jaman now. Solusi, kasih perhatian! Ingatkan mereka jika mereka melakukan kesalahan, puji mereka bila menemukan kebaikan. Give them hug! Tentu saja putra dengan putra dan perempuam dengan perempuan. Jika mereka masih kecil, hug sewajarnya dan perlahan2 kasih pengertian. Dalam sebuah pelatihan karakter yang saya ikuti, anak-anak TK itu memerlukan guru laki-laki. Ya, they need “daddy” image to build their characters. Jika daddy mereka yang masih perhatian saja bisa membuat mereka Lost, apalagi daddy mereka yang tak pernah perhatian.

Lalu datanglah virus LGBT. Tentu virus ini adalah salah satu protocol Zion yang dilancarkan untuk memuluskan aksi The World Order. Maka berpelukan lelaki dengan lelaki terasa weird. Semua penuh kecurigaan yang melewati batas. Tetapi hanya tinggal curiga tanpa bisa memberikan solusi yang konkret. Orang tua tetap sibuk, semua artikel tentang LGBT dibaca, tetapi hanya menyuruh sana sini tanpa mau peduli kondisi yang seharusnya mereka ketahui. Benar kata seorang teman, menjadi orang tua memang alami tapi tetap memerlukan ilmu untuk menghadapi kecanggihan kids jaman now.

Kata-kata tidak terucap itu bagi saya “menyakitkan”. Menuduh hanya berdasarkan kecurigaan yang tidak beralasan. Padahal semua yang saya lakukan tentu ada misinya. Mungkin kata-kata itu akan membuat saya terjerembab untuk beberapa saat. But they must be remember, words can bring me down. And It will affect nothing to myself. I am what I am no matter what. I want to be what I want to be, not others want to be. Your words and your prejudice will not take me over. But, anyway, Thank You so much. For me forgiveness is a nice things to do.

Ah, saya jadi teringat beberapa malam setelah mengoreksi Ulangan akhir semester anak-anak. Saya sibuk membeli berbagai macam panganan untuk dibagi-bagi dengan tujuan wajah-wajah itu semakin semangat. Dan tak lupa saya menulis kata-kata menyemangati mereka dalam lembar kecil, tentu dengan berbagai macam kata yang berbeda-beda dengan tujuan they enjoy my class and my lesson. Beberapa anak yang "tidak menonjol" sengaja saya menangkan untuk membuatnya percaya diri. And for the comment what I've done, I don’t give a damn!***(yas)



Bekasi, 22nd of January 2018
@teacher's room, 15.31
I just can't stop crying 😢😢😢



Some of photos me and my students :

  









1 comment:

Unknown said...

I can feel you, Dek...

Sabarr...

Dan tetaplah menjadi BAIK,


•• Virtual Big Hug

`
`

(Kakak)