Thursday, September 9, 2021

Lupakan, Berdamai, dan Tunggulah!


Sore ini saya mendapatkan telepon dari seseorang. Dia bercerita, seperti ada yang menyingkirkannya dari organisasi yang dia ikuti. Dia yang dulu pengurus organisasi itu, saat penggantian pengurus dia tidak diajak sama sekali dan bahkan tidak ada yang mengucapkan terima kasih padanya untuk apa yang dia lakukan selama ini. Semua pengurus baru pura-pura tidak menyadari kehadirannya dan "bersepakat" menyingkirkannya dengan sistematis. Seperti kacang lupa kulit. Padahal selama masa kepengurusannya dia termasuk salah seorang yang banyak membantu dan menyelamatkan organisasi.

Pikiran saya kembali ke beberapa tahun silam saat saya mengalami hal yang sama dengan seseorang tersebut. 

Di sebuah organisasi yang saya ikuti dari SMA hingga menjadi alumni, keberadaan saya seperti dipandang sebelah mata oleh para alumni yang lain. Mereka hanya menilai seseorang dari outlook nya saja. Hingga apapun yang saya lakukan untuk organisasi ini tidak pernah dianggap kebaikan dan pastinya selalu salah.

Saya ingat saat ketua organisasi terpilih tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan hanya mendiamkan organisasi, saya dan teman saya tetap membantu menjalankan organisasi ini berdua saja. Mengajak para anggota untuk tetap istiqomah, mengadakan acara untuk memperat ukhuwah anggota, mencari dana untuk membantu setiap kegiatan, dll. Tetapi no one's talking good. Ya, gak apa-apa sih sebenarnya, tapi lihat apa yang terjadi berikutnya.

Sebagian teman yang tidak tergabung dalam kepengurusan organisasi ini mengadakan gerilya dan mengkritisi saya dan teman saya yang dianggap jalan sendiri tanpa koordinasi (ya gimana gak jalan sendiri, organisasinya aja gak jalan). Hingga mereka mengumpulkan teman-teman lain yang bersebrangan dengan saya untuk membentuk kepengurusan tandingan (padahal saya bikin kepengurusan atau mengklaim sebagai ketua aja gak). Mereka yang katanya membawa aroma 'perubahan' memengaruhi anggota organisasi untuk bergabung dengan aliansi mereka. Tentu saja para anggota yang bertentangan dan tidak sepemikiran dengan saya mulai berkhianat. Entah gimana mereka, bisa berkhianat, tetapi jika saya dan teman saya mengadakan acara, para pengkhianat itu tetap ikut juga. Ewww....

Seorang guru saya pun menjadi bagian yang berpihak pada 'pembaharu' ini. Dia sempat bilang "Sudahlah, kamu sudah tidak masanya lagi berada di organisasi ini. Berikanlah kepada mereka yang baru-baru." Dan beberapa tahun kemudian dia menunjuk orang yang bahkan umurnya lebih tua daripada saat saya aktif dulu disana. Lol.

Dalam rapat organisasi yang membahas tentang tidak aktifnya ketua, mereka seolah menutup mata dengan peran saya dan teman saya dalam mengkover kegiatan organisasi selama ini. Bahkan mereka memilih pengurus dan ketua baru yang semangatnya bak "hangat-hangat tokai ayam". Kedepannya sudah pasti amburadul lagi.

Singkat cerita mereka menganggap apa yang saya dan teman saya lakukan untuk organisasi ini tidak ada maknanya. Mereka bahkan lupa caranya berterima kasih tentang apa yang seharusnya mereka lakukan tetapi mereka tidak lakukan. Mereka hanya menilai saya salah dan bukan siapa-siapa.

Bagaimana perasaan saya? Sudah pasti saat itu bergulat dengan rasa sedih, kecewa, sakit hati dan lainnya. Sudah gak kehitung lagi kayaknya ya berapa kali saya harus menahan sedih hingga mencucurkan air mata. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak yang mengkhianati saya dan ujung-ujungnya para pengkhianat ini malah mengkhianati organisasi. Ya, saya mengalami masa-masa tidak enak dan Alhamdulillah mampu melewatinya.

Hingga satu hari saya dengan tenang berhasil melepas organisasi ini. Tidak pernah merindukannya kecuali untuk beberapa kegiatan yang dulu pernah saya lakukan. Bahkan sampai titik "udah gak mau tahu lagi tentang organisasi ini".

Apakah mudah melepasnya? Kagak! Berkali-kali godaan untuk kembali ke organisasi itu datang. Berkali-kali pula terasa dendam membara melihat orang-orang yang menyingkirkan saya berada di pucuk organisasi ini. Beberapa kali bergelut dengan bathin untuk kembali ke organisasi ini. Sampai akhirnya waktu yang menjawab itu semua. 

Hari-hari yang dulu saya harapkan agar tidak mencintai organisasi ini menjadi nyata. Hari-hari di mana saya berdoa agar ditunjukkan yang benar itu benar dan salah itu salah. Bahkan organisasi ini sekarang seperti "Hidup segan mati tak mau". Walaupun saya gak sampai senyum jahat tetapi semua terlihat pada akhirnya. Beberapa tuduhan terhadap saya pun tak terbukti, justru para pembaharu itu yang kedapatan menjadi duri dalam daging organisasi.

Allah seakan menjawab dan menunjukkan semuanya. Terkadang pada awalnya kita merasa berat melepas seuatu yang sudah mendarah daging dalam hidup kita. Sesuatu yang menjadi bagian kita setiap hari. Sesuatu yang menoreh banyak kenangan dalam hidup kita. Bukan hanya kenangan manis, tetapi juga luka yang berdarah. Jika kita berusaha untuk ikhlas (yang pasti tidak semudah yang diucapkan), mengalihkan dengan sesuatu yang lebih baik, berhubungan dengan teman-teman baru yang lebih positif, sudah pasti semua proses melupakan itu akan bisa kita lewati. Kuncinya adalah meyakinkan diri kita bahwa di mana pun mutiara itu berada, dia akan selalu bersinar.

Sakit banget tentu dianggap sebagai angin lalu setelah berjuang jungkir balik, tetapi kelak ketika kita bisa melalui itu semua kita akan benar-benar tidak peduli dengan masa lalu. Jika bertemu dengan mereka yang bersinggungan di masa lalu, kita bisa tahu batas dan value yang ada pada orang itu. Tentu saya lebih memilih tidak berhubungan lagi dengan orang-orang ini demi tetap mempertahankan vibe positive. Bukan bermusuhan, tetapi meng-skip mereka. 

Mereka yang melupakanmu, berkhianat padamu, menuduhmu, mengabaikanmu, jika hati mereka terbuka, mereka akan menyesali itu semua. Apalagi jika orang-orang ini mengatakan "rindu deh waktu zaman sama kamu" dan kita dengan datar bilang "The past is in the past", semakin akan menimbulkan penyesalan terdalam pada mereka. Tetapi untuk mereka yang masih memiliki kesombongan dalam dadanya maka mereka akan tetap bersikap masa bodoh walaupun sebenarnya mereka sudah berada di tepi jurang kehancuran.

Satu-satunya penyesalan yang pernah saya lakukan adalah kenapa terlalu banyak meluangkan waktu untuk organisasi yang tidak menghargaimu? Tetapi itu hanya penyesalan sesat jika melihat dampak yang saya lakukan dan jejak kebaikan yang saya tinggalkan. Biarlah itu menjadi amal kebaikan yang akan terkenang selalu.

Pada akhirnya berdamai dengan hati lah yang membawa saya pada kemampuan untuk move on dan melupakan semua yang terjadi. Jika kita masih belum bisa berdamai dengan hati, sudah pasti kita akan berlama-lama dengan masalah yang tentu bukan hal yang bagus untuk mental health kita. Belajarlah berdamai dengan diri kita. Tidak instant pastinya, perlu proses yang mendalam dan lama. Hingga pada saat kita menikmati waktu berdamai dengan hati, semua akan terasa baik-baik saja. Tunggulah waktunya dan nikmati prosesnya.

Kembali kepada seseorang yang menelepon itu, maka akan ada banyak cerita juga solusi yang mungkin bisa saya share pada dirinya. Ketika saya sudah past through that scene and stand still in the edge of the cliff. 

Juga akan saya ceritakan bagaimana saya sudah bisa menjadi diri saya sendiri, proves them wrong, sedangkan mereka masih berpura-pura suci di balik noda yang mengkoyak-kayak nurani mereka.

Pada akhirnya, the loser is always standing small. You reap what you sow, dude! Just watch and see.

***

Bekasi, 9 September 2021

21.40 pm   

Karma is on the way, bitch!

#writingteacher #keepwriting #teacherjournal



No comments: